Skip to main content

Pertukaran di Puncak - another story - part2

Setelah berpakaian sewajarnya kami keluar kamar, ternyata Mas Surya dan istrinya sudah berada di teras depan Pavilliun, kami saling menyapa seolah tidak pernah terjadi apa apa diantara kami, semuanya berjalan normal separti biasa, tak ada rasa canggung ataupun segan, padahal diantara kami sudah saling menikmati pasangan masing masing. Bedanya, kini seringkali Mbak Eliz memandangku dengan sorot mata yang penuh gairah, dan kubalas dengan senyum penuh arti, tentu hal ini hanya kami berdua yang tahu. Mungkin juga hal yang sama dilakukan Mas Sur dan istriku.



Kami berempat ke Bangunan utama yang letaknya di depan melintas kolam renang, berbaur dan ngobrol dengan penjaga dan mereka yang tidak ikut Tea Walk, ternyata 3 orang tidak ikut termasuk Bobby. Anak anak dan lainnya belum pada datang, mungkin mereka langsung makan siang.
“Pa, sepertinya susah menyingkirkan Mbak Eliz, nggak ada alasan yang kuat, bagaimana kalau kita ajak aja mereka bersamaan, kita berempat” usul istriku ketika kami berdua di dapur.
“Aku sih oke saja, toh kita sudah sering melakukannya, tapi gimana ngajaknya?” tanyaku
“Serahkan padaku, panggil Mbak Eliz kemari” jawab istriku meyakinkan, kutinggalkan istriku yang sedang membuat bandrek untuk kami semua, aku bergabung kembali dengan mereka di teras, dan Mbak Eliz segera ke dapur setelah kuberi tahu.
Kulihat mereka berbicara serius sambil berbisik, terkadang tertawa renyah, entah apa yang dibicarakan, aku yakin istriku sedang me-lobby Mbak Eliz dan percaya cara lobby istriku yang seringkali membawa hasil.
Tak lama kemudian kuhampiri mereka, ingin tahu hasilnya.
“Mulanya dia keberatan kalau suaminya ikutan, apalagi dengan aku, tapi setelah kubujuk akhirnya dia mau, asal aku yang memberitahu ke Mas Surya. Pa tahu nggak, ternyata dia pernah melakukannya dengan dua laki laki..”
Percakapan kami terhenti ketika salah seorang pembantu mendekat.
“Aku yakin Mas Surya akan menyetujui rencana ini, dia bukan halangan yang berarti” lanjutnya setelah pembantu itu pergi. Kami bergabung kembali sambil membawa beberapa cangkir Bandrek, kulihat Mbak Eliz duduk di samping suaminya dengan pandangan penuh Tanya. Kami terlalu asyik ngobrol sehingga istriku sepertinya agak kesulitan mencari kesempatan membicarakan rencananya dengan Mas Surya.
“Mas Surya, bisa Bantu aku sebentar” pinta istriku lalu meninggalkan kami menuju Pavilliun, Mas Surya mengikutinya, kulihat Mbak Eliz memandangku dan kubalas dengan senyuman dan anggukan. Entah yang lainnya curiga atau enggak, kenapa istriku minta bantuan Mas Surya dan bukan aku, suaminya.
“Mungkin istriku perlu bantuan lagi” kataku seraya beranjak meninggalkan ruangan.
“Aku ikut Mas” kata Mbak Eliz mengikutiku.
“Aku nggak yakin apakah Mas Surya mau menyetujui rencana istri Mas, aku juga masih ragu apakah bisa melihat kenyataan suamiku sedang mencumbu istri Mas” kata Eliz ketika kami melintas dekat kolam renang.
“Aku yakin kamu pasti bisa, terbukti kamu makin bergairah ketika melihat suamimu sedang bermain dengan istriku di kolam renang tadi pagi” jawabku meyakinkannya.
Pavilliun C seperti sebelumnya terlihat sepi, tirai kamar tertutup repat, kami curiga, kuberi tanda pada Mbak Eliz untuk masuk dengan cara mengendap endap, sayup sayup kudengar desahan istriku dari kamar Mas Surya yang sedikit terbuka. Berdua kami mendekati dan mengintip apa yang sedang terjadi, kami melihat Mas Surya sedang berlutut di depan istriku yang duduk di tepi ranjang, keduanya tidak mengenakan celana lagi, istriku sedang menggeliat menerima jilatan dari suami Mbak Eliz, tangannya meremas remas rambut Mas Surya, aku yakin istriku sudah memberikan kuluman penis padanya. Kurasakan Mbak Eliz menggenggam tanganku erat, entah dia cemburu atau makin bergairah.
“dia tak pernah melakukannya padaku” bisik Mbak Eliz, kuberi tanda supaya tidak bersuara.
Sambil menjilati vaginanya, tangan Mas Surya menjelajah ke daerah dada istriku yang ternyata sudah tidak mengenakan bra, desah istriku terdengar tertahan.
Kuelus pundak Mbak Eliz, untuk menenangkan gejolak emosinya, melihat suaminya memberi istriku apa yang belum pernah diberikan padanya. Dia membalas dengan elusan dan remasan di selangkanganku, kejantananku makin menegang. Mbak Eliz menarikku ke samping, aku bersandar di dinding, dia langsung melorotkan celana pendekku dan berlutut di antara kedua kakiku, dipegang dan dikocoknya sebentar kejantananku yang sudah menegang lalu dijilatinya dengan penuh nafsu, tak lama kemudian kejantananku sudah keluar masuk mulut Mbak Eliz. Aku tidak berani mendesah, sementara di dalam kamar desahan istriku masih terdengar penuh gairah meskipun lirih.
Kukocok mulut Mbak Eliz, dia jauh lebih bergairah mengulumku dibandingkan sebelumnya, mungkin karena cemburu atau dendam, makin cepat aku mengocoknya. Aku tak berani terlalu bernafsu, perhatianku sesekali tertuju keluar, takut kalau ada yang lewat pasti bisa melihat kami karena tirai ruang tamu belum sempat kami tutup.
Desahan istriku sudah berubah, aku hapal betul desahan itu, pasti Mas Surya sudah melesakkan penisnya ke vagina istriku. Sungguh berani mereka melakukannya tanpa melihat situasi, sungguh nekat tanpa perhitungan, pikirku.
Kuminta Mbak Eliz untuk pindah ke dapur, tapi dia tak mau, sepertinya ada rasa cemburu dan menikmati mendengar istriku mendesah bersama suaminya, ternyata aku mengalami hal yang sama, makin mendesah istriku makin aku bernafsu mengocok mulutnya.
Ingin rasanya kulesakkan segera penisku ke vagina Mbak Eliz, tapi keadaan tidak memungkinkan, Mbak Eliz tetap menolak ketika kuberi isyarat untuk pindah ke kamarku, dia masih menikmati desahan istriku yang kini sudah bergantian dengan desahan suaminya dari dalam kamar, jilatan dan kulumannya tak henti dari penisku.
Mbak Eliz melepaskan penisku, dia merangkak mengintip ke dalam kamar, begitu juga aku. Dugaanku benar, kami lihat Mas Surya sedang menindih tubuh istriku sambil menciumi lehernya, pantatnya turun naik mengocok vaginanya, sementara kaki istriku menjepit pinggang Mas Surya, mereka saling memeluk erat mengunci.
Mbak Eliz diam saja ketika kusingkapkan rok-nya, begitu asyik dia melihat suaminya sedang bersetubuh dengan istriku, aku tertegun sejenak melihat celana dalamnya hijau tua yang menutupi pantatnya, lebih tepat menghiasi pantatnya karena hanya seutas tali, celana dalam model String, sungguh sexy pantatnya yang mulus dan padat berhias itu. Tak perlu membukanya, hanya menyisihkan tali itu sudah cukup bagi penisku untuk mencapai vaginanya. Kuciumi dan kujilat pantatnya, dari lubang anus hingga ke vaginanya, dia menungging makin tinggi pantatnya. Mbak Eliz diam saja ketika kusapukan kepala penis ke vaginanya yang sudah basah, perlahan sekali aku mendorong masuk penisku, takut kalau Mbak Eliz menjerit, tapi tak luput juga dia menjerit kecil ketika penisku tertanam semua dan menyentuh dinding dalam vaginanya.
Untungnya jeritan kecil itu tertutup desah mereka hingga belum menyadari keberadaan kami di luar kamar. Pelan pelan mulai kukocok Mbak Eliz dari belakang, dogie style, aku bisa merasakan dia kurang enjoy karena harus bercinta tanpa desahan sedikitpun, tapi tetap menolak untuk berpindah ke kamar. Disamping itu aku harus tetap waspada dengan keadaan di luar, sebenarnya ini terlalu ceroboh, tak pernah aku melakukan seceroboh ini, tapi setelah beberapa menit berlalu, aku mulai menikmati ketegangan ini, baik ketegangan dari dalam kamar maupun dari luar. Seringkali Mbak Eliz menengok ke dalam kamar ketika kukocok, terutama ketika desahan istriku meninggi, aku tak tahu posisi apa di dalam.
Tiba tiba terdengar jerit orgasme dari Mas Surya, cepat juga padahal belum 10 menit mereka bercinta, mungkin karena terburu buru. Aku tak tahu harus berbuat apa, ingin menyelesaikan tapi takut mereka segera keluar, akirnya kucabut penisku dari Mbak Eliz, dia tidak protes berarti setuju untuk menghentikannya.
Kami merapikan pakaian dan duduk di ruang tamu menunggu mereka keluar. Tak lama kemudian Mas Surya dan istriku keluar kamar, tampak expresi terkejut dari Mas Surya tapi istriku hanya senyum senyum saja mengetahui keberadaan kami.
“Eh.. Mas Hendra, udah lama?” terlihat kegugupan pada pertanyaannya.
“Cukup lama untuk mengetahui Mas dan Mbak Lily di kamar” jawab istrinya ketus tanpa memandang ke arah suaminya, aku yakin cuma pura pura saja untuk memperkuat posisinya.
“Kami hanya..”
“Berdua dengan Mbak Lily dan memuaskannya” potong istrinya tetap dengan nada tinggi.
Mas Surya diam saja, memandang ke arahku seakan meminta bantuan, karena tidak tahu hasil pembicaraanku dengannya sebelumnya maka aku tak berani komentar dan kualihkan pandanganku keluar, istriku juga diam dan duduk di sebelahku melihat perlakuan Mbak Eliz pada suaminya, kami semua terdiam.
Mbak Eliz berdiri, menggandeng tanganku dan istriku, kami bertiga masuk kamar yang tadi dipakai Mas Surya dan istriku, pintu sengaja tidak ditutup, tanpa mempedulikan suaminya lagi dia memeluk dan menciumku. Mbak Eliz langsung jongkok di depanku dan mengeluarkan kejantananku, dijilati dan dikulum seperti yang dia lakukan tadi, kutarik istriku ke pelukanku dan kami berciuman sementara penisku sudah meluncur nikmat di mulut Mbak Eliz. Cukup demonstratif dia mengulumku di depan suaminya, sambil memeluk dan berciuman dengan istriku, kupegang rambut Mbak Eliz dan mengocoknya.
Mbak Eliz mendorongku hingga telentang di ranjang, setelah melepas rok dan celana dalam mininya, segera membuat posisi 69 di atasku, seolah dia juga ingin memberikan apa yang belum pernah diberikan pada suaminya, kusambut vaginanya dengan jilatan lidah penuh gairah, dan dia mulai mendesah lepas penuh kenikmatan. Istriku lalu ikutan Mbak Eliz mengulum penisku secara bergantian, dua lidah wanita cantik bekerja di daerah kejantananku, membuatku mendesis desis nikmat. Mas Surya berdiri di depan pintu melihat istriku dan istrinya menjilati kejantananku yang jauh lebih besar dari punya-nya. Dia tidak berani masuk, mungkin ada perasaan bersalah.
Desah kenikmatan dan gairah Mbak Eliz sungguh jauh lebih menggairahkan dibanding tadi, seolah dia ingin memamerkan kenikmatannya pada suaminya, bahwa dia bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih dari orang lain, suami dari wanita yang tadi disetubuhinya.
Mbak Eliz turun dari tubuhku, dikocoknya penisku yang masih dalam kuluman istriku, dia memandang suaminya sejenak lalu naik ke atasku, kembali dia menoleh ke suaminya sebelum menyapukan penisku ke vaginanya dan desahan keras keluar dari mulutnya tanpa tertahan ketika penisku masuk ke vaginanya.
“AAauugghh.. sshh..yess..enak Mass”, desahnya sambil bergoyang pinggul dan turun naik di atasku sambil melepas kaos dan bra-nya. Kuraih dan kuremas buah dadanya yang bergoyang goyang. Aku tak berani melihat ke arah Mas Surya, ada rasa kasihan dan perasaan bersalah mempermainkan dia seperti ini.
Istriku beralih ke kepalaku, aku menolak ketika dia mau mengangkangiku karena masih ada sisa sperma Mas Surya di vaginanya. Kutarik tubuh Mbak Eliz dalam pelukanku dan kudekap erat tubuh telanjangnya di depan suaminya, dia mengimbangi dengan menggoyangkan pantatnya ketika aku mulai mengocoknya dari bawah, desahan demi desahan nikmat keluar dari mulutnya, kami saling melumat bibir, istriku mengelus kantong bolaku membuat aku makin bergairah mengocok.
Kami berganti posisi, dogie style menghadap ke Mas Surya sesuai permintaan istrinya, istriku memelukku dari belakang, ternyata dia sudah ikutan telanjang, bauh dadanya di gesek gesekkan ke punggungku sementara tangannya memegang penisku, yang sedang keluar masuk vagina Mbak Eliz. Sungguh nikmat dan ada sensasi yang tak terlukiskan bercinta dengan wanita di depan suaminya yang tak berdaya.
Aku mengocok dan menjamah seluruh badan Mbak Eliz, tapi masih tetap tak berani memandang ke arah Mas Surya, pandanganku justru aku fokuskan ke tubuh mulus Mbak Eliz.
“Ouuhh..yess..yaa..fuck me harder..yess..trus mas..ya..enak mass” desahnya demonstratif dan kuturuti dengan kocokan yang makin cepat dan keras, terkadang kuhentakkan penisku ke vaginanya membuat dia menjerit dalam kenikmatan yang tinggi.
Tak lama kemudian kurasakan tubuh Mbak Eliz menegang, dia lalu menjerit keras bersamaan denyutan dan remasan vaginanya pada penisku. Mbak Eliz mencapai orgasme yang tertunda dari tadi, kudiamkan sejenak menikmati remasan vaginanya lalu kuteruskan lagi, dia menggeliat, kutarik rambutnya kebelakang hingga kepalanya terdongak dan kukocok dengan keras. Aku tak mau menghentikan meskipun dia sudah orgasme, puncak kenikmatan sudah di depan mata, desahan Mbak Eliz tak kuhiraukan lagi, kocokanku makin cepat dan tidak beraturan, hingga akhirnya menyemprotlah spermaku di vaginanya.
Aku dan Mbak Eliz teriak hampir bersamaan, semburan spermaku membuat Mbak Eliz menggelinjang nikmat menerimanya, dia menoleh ke arahku dengan senyuman puas, lalu dicabutnya penisku dari vaginanya.
Tangannya meraih penisku, dipegangnya dan menoleh ke arah suaminya lalu dimasukkan ke mulutnya, dia mengulum penisku yang masih banyak spermanya, dikulum dan dijilatinya seperti membersihkan sperma dari penisku, aku kembali mendesis tak menyangka mendapatkan kenikmatan ini. Kuraih buah dada Mbak Eliz dan kuremas remas saat dia menjilati dan mengulum. Kami sama sama telentang dalam kelelahan yang nikmat.
Istriku yang masih telanjang turun dari ranjang dan mendekati Mas Surya.
“sekarang giliran kita” katanya sembari meremas remas di selangkangannya yang disambut dengan remasan di dada.
“jangan di sini, kurang aman, kita keluar saja, cari hotel yang lebih enak” usulku sembari turun dari ranjang mengambil pakaian, kulemparkan kaos dan rok Mbak Eliz tanpa pakaian dalam. Dia mengenakannya kembali sambil tersenyum ketika mengetahui tidak ada bra dan celana dalam di situ.
Pasangan Surya-Eliz sudah masuk perangkap kami.
*********
Berempat kami meninggalkan Villa, tentu saja tak ada yang curiga akan kepergian kami berempat, tak lama kemudian Carnival kami sudah berada dalam antrian kemacetan jalanan di puncak. Aku dan Mbak Eliz di depan sementara Mas Surya dengan istriku duduk di jok paling di belakang karena jok tengah memang di lepas, membuat ruangan menjadi lebih lapang, kaca film yang gelap ditambah tirai tertutup rapat sungguh cocok dengan keadaan kami yang sama sama dibakar birahi, dari kaca spion dalam bisa kulihat Mas Surya berciuman dengan istriku, tangannya meremas remas kedua buah dadanya. Melihat suaminya berciuman di belakang, Mbak Eliz menggapai penisku dan meremasnya, jalanan macet tidak memerlukan konsentrasi penuh, aku bisa menikmati remasan Mbak Eliz sambil memandang istriku dan Mas Surya di belakang. Remasan Mas Sur berganti dengan kuluman di puting istriku, dia mulai mendesah menikmati kuluman suami Mbak Eliz, tangannya meraih penis dan meremasnya.
Kubelokkan Carnival menuju salah satu warung sate, kudengar suara protes dari belakang ketika mengetahui mobil sudah parkir di depan warung itu, kami keluar saling bergandengan, tentu orang tidak menyangka kalau yang digandeng itu bukan pasangan resminya, sama sama mesra, buah dada Mbak Eliz yang montok tanpa bra terlihat jelas bagiku, entah orang lain. Selama makan Mbak Eliz memperlakukanku layaknya suaminya begitu juga istriku terhadap Mas Surya, Mas Surya sepertinya sudah menikmati permainan ini.
Sungguh sulit mendapatkan hotel atau villa yang masih kosong saat liburan seperti ini, dari hotel, cottage maupun orang sekitar yang biasa menyewakan villa, semuanya penuh, fully occupied. Setelah melewati Puncak Pass akhirnya kami mendapatkan kamar yang masih kosong, dengan terpaksa kami ambil kamar yang suite dengan 3 kamar yang harganya minta ampun mahalnya, apalagi hanya untuk dipakai dalam waktu yang tidak lama, sekedar pelampiasan nafsu liar kami, tapi uang bukanlah masalah kalau hati lagi senang, kami hanya ingin segera mencapai tempat dan melampiaskan hasrat masing masing. Kutinggalkan Mas Surya dan istriku yang sedang menyelesaikan administrasinya, aku langsung menggandeng Mbak Eliz menuju kamar mengikuti Room Boy.
Kami duduk di sofa menunggu kedatangan mereka, Mbak Eliz duduk di pangkuanku lalu merosot bersimpuh di depanku sambil melepas celana pendekku, dia meraih kejantananku dan mengusap usapkan di wajah sambil menciuminya dengan gemas.
“Ini penis kok segede ini, enak deh, sungguh beruntung Mbak Lily tiap hari bisa merasakannya” komentarnya sambil mulai menjilati kepala penisku.
“Kamu juga beruntung telah merasakannya” jawabku
Dia tidak menjawab karena mulutnya sudah penuh terisi penisku, meski hanya setengahnya yang bisa dia kulum, tapi dia berusaha dengan mempermainkan lidahnya di dalam rongga mulutnya. Mbak Eliz sedang asyik mengocokku ketika suaminya datang menggandeng istriku.
“Wah sudah mulai duluan nih, udah nggak tahan ya” goda istriku.
Tanpa menunggu jawaban kami, istriku menghampiriku, kami berciuman, Mas Surya memeluknya dari belakang, menyelipkan tangannya ke dalam kaos istriku dan meremas remas kedua buah dadanya sambil mencium tengkuknya membuat istriku menggeliat.
Mbak Eliz hanya tersenyum sambil tetap mengulum penisku melihatnya, Mas Surya melepas kaos istriku, buah dadanya yang padat menantang langsung kukulum, tak kupedulikan tangan Mas Surya yang sedang meremasnya. Istriku menggeliat dan mendesah mendapat kuluman dan ciuman di tengkuk. Dia duduk di sampingku dan Mas Surya duduk di antara kedua kakinya, bersebelahan dengan istrinya. Kedua suami istri itu memainkan mulut dan lidahnya di daerah kenikmatan kami dengan cara yang berbeda, istriku melumat bibirku, sambil menikmati permainan lidah Mas Surya yang sedang lincah bergerak liar di vaginanya, kepala Mas Surya seolah tertancap di selangkangan istriku, begitu juga Mbak Eliz yang kepalanya terjepit di antara kakiku..
Tak lama Mas Surya dalam jepitan selangkangan istriku, dia lalu berlutut, melepas pakaian dan menyapukan penisnya ke vagina Lily, dengan sekali dorong masuklah penisnya mengisi liang kenikmatannya dan langsung mengocok cepat, membuat istriku mulai mendesah. Melihat suaminya sudah duluan menikmati istriku, Mbak Eliz berdiri melepas semua pakaiannya hingga telanjang, lalu ke pangkuanku, menyodorkan kedua buah dadanya ke mukaku yang langsung kusambut dengan kuluman penuh gairah, perlahan dia menurunkan tubuhnya, perlahan pula penisku memenuhi vaginanya. Kupeluk tubuh telanjangnya yang sexy ketika semua penisku tertanam ke dalam, dia membalas pelukanku dengan rapat sambil menggoyangkan pantatnya.
“Ouh yaa..yaa..enak mass” desahnya bersautan dengan desahan istriku yang sedang menerima kocokan Mas Surya. Aku diam menerima kocokan Mbak Eliz sambil mengulum kedua bukit montoknya, satu tangan meremas Mbak Eliz sedang tangan lainnya meremas buah dada istriku, sama sama kenyal dan padat meski punya Mbak Eliz lebih besar dan montok.
Mereka berganti posisi meniru kami, kedua wanita bergoyang di pangkuan pasangan masing masing, desah dan jeritannya seolah berpacu dalam birahi, kukulum dan kusedot puting Mbak Eliz, dia menggelinjang dengan jeritan nikmat tanpa menghentikan goyangannya, terkadang kedua wanita saling berpandangan dan tersenyum nikmat, tangannya saling berpegangan.
Mas Surya membenamkan kepalanya di antara kedua bukit di depannya, istriku meremas rambutnya.
Istriku memandang Mbak Eliz lalu mengangguk memberi isyarat, tiba tiba secara bersamaan mereka berdiri, kami tidak sempat protes, ternyata mereka bertukar tempat kembali ke suaminya masing masing. Sementara istriku harus menyesuaikan kembali dengan ukuran penisku pelan pelan melesakkan ke vaginanya, Mbak Eliz langsung melesakkan penis suaminya ke vaginanya dan bergoyang dengan liarnya. Istriku memelukku setelah berhasil memasukkan semua penisku ke vaginanya.
“Gila, sepertinya jauh lebih besar dari biasanya, terasa pennuh” bisiknya sambil mendesah
“Lebih enak kan, dia gimana?” balasku berbisik
“Punya Papa lebih besar tapi dia lebih keras dan tegang lurus, sama sama enak sih”
Kuraih dan kuremas buah dada Mbak Eliz yang bergoyang goyang di depan muka suaminya, kupermainkan putingnya membuat dia menggeliat dan mendesah sambil pantatnya turun naik di pangkuan sang suami. Kubiarkan istriku turun naik di pangkuanku sambil memandangi wajah Mbak Eliz yang makin cantik menggairahkan terbakar nafsu.
“Aku mau ngerjain Mbak Eliz, biar dia merasakan two in one dengan suaminya” bisikku pada istriku tak lama kemudian, dia memandangku dan turun dari pangkuan.
Aku berdiri di belakang Mbak Eliz, sepertinya dia belum menyadari kehadiranku, kupeluk dari belakang, kudekap erat dan kuremas buah dadanya sambil menciumi tengkuknya, dia menggelinjang hebat, apalagi bersamaan dengan kuluman suaminya pada putingnya, desahannya berubah menjadi jeritan liar nan nikmat menggairahkan.
“Aaagghh..sshh..ehhmm” sambil menggoyang goyangkan kepalanya, rambut indahnya tergerai menutupi wajahnya yang kemudian disibakkan suaminya.
Aku berdiri di atas sofa, posisi penisku sejajar kepala Mbak Eliz, kusodorkan penisku yang tegang ke mulutnya, dia meraih dan mengocoknya, kulihat Mbak Eliz memandang ke arah suaminya sebelum akhirnya memasukkan penisku ke mulutnya, tanpa mengentikan goyangan pinggulnya. Penisku segera keluar masuk mulut Mbak Eliz, tepat di muka suaminya yang sedang meremas remas kedua buah dadanya, kini Mbak Eliz mendapat dua penis di atas dan dibawah. Istriku hanya berdiri tersenyum melihat kami bertiga dan memandangku saat merasakan nikmatnya kuluman Mbak Eliz.
Kupegang rambut indah Mbak Eliz yang tergerai di mukanya dan kukocokkan penisku ke mulutnya membuat dia tidak bisa bebas bergerak kecuali hanya bergoyang pinggul. Aku sudah tak mempedulikan lagi suaminya, yang hanya menonton bagaimana penisku mengisi mulut istrinya tercinta.
Hanya beberapa menit kami mengeroyok Mbak Eliz, ternyata sensasinya terlalu tinggi baginya, tak lama kemudian kurasakan cengkramannya pada penisku mengeras menegang, gerakannya tidak beraturan dan,
“Ooouugghh..yess..yaa..yaa.. oh Mass” jeritnya orgasme, dia menggeliat di pangkuan suaminya sambil tetap mencengkeram penisku. Tubuh Mbak Eliz melunglai memeluk suaminya, aku turun dan kucium pipinya yang masih bersandar di bahu sang suami, napasnya masih menderu, sempat kudengar dia berucap “terima kasih Mas”, entah ditujukan ke aku atau suaminya.
“Giliranku” kata Lily, aku duduk di samping Mas Surya yang masih memangku istrinya. Lily berlutut di selangkanganku dan memasukkan penisku ke mulutnya, Mbak Eliz turun dari suaminya, menggenggam dan mengocok penisnya yang masih tegang dan basah karena vaginanya, dikulumnya penis itu seakan membersihkan dari cairannya. Istriku sambil mengulumku meraih penis Mas Surya yang masih dalam kuluman istrinya, lalu mengocoknya setelah ditinggalkan Mbak Eliz ke kamar mandi.
Mas Surya beralih ke belakang istriku, mengatur posisinya bersiap untuk doggie. Tak lama kemudian istriku sudah menerima kocokannya dari belakang, dengan liarnya menghentakkan tubuhnya ke tubuh istriku yang masih bergairah mengulumku, sesekali kulumannya terlepas karena sodokan keras Mas Surya. Desahannya tertahan penisku yang ada di mulutnya, gerakan Mas Surya makin ganas, ditariknya rambut istriku dan menyodoknya dengan keras, tubuh istriku terdongak karena sodokannya, tapi dia tidak pedulikan, sodokan kerasnya tidak melemah, semakin istriku menggeliat nikmat membuatnya semakin bersemangat.
Sambil mengocok, tangannya tak pernah lepas dari tubuh istriku, dielusnya punggung dan pantatnya lalu diremasnya kedua buah dadanya yang menggantung bebas. Dengan cepat istriku sudah bisa menyesuaikan dengan gaya permainan liar Mas Surya, kembali dia mengulum penisku, kupegang dan kuelus rambutnya, sesekali kutekan ke arah penis supaya masuk ke mulutnya sebanyak mungkin, meski dia tidak pernah bisa memasukkan semuanya.
Kami berganti posisi, istriku duduk di pangkuanku, tapi sebelum dia memasukkan penisku ke vaginanya, Mas Surya sudah mendahului menyapukan kepala penisnya, dan melesak kembali ke vaginanya. Istriku menoleh ke Mas Surya, dia hanya membalas dengan senyuman, kini Mas Surya mengocok istriku yang duduk di pangkuanku. Dia mendesis di pelukanku menerima kembali kocokan Mas Surya.
“Mbak suaminya nakal nih, merebut jatah suamiku” teriak istriku sambil mendesah ketika melihat Mbak Eliz keluar kamar mandi. Mbak Eliz terlihat makin cantik dengan rambutnya yang tergerai basah dan hanya berbalut handuk, buah dadanya makin kelihatan montok berisi tertutup handuk putih.
“Biarin aja, itulah balasan kalau kalian menggoda istri orang, tetangga lagi, bikin mereka kapok mas” jawab Mbak Eliz mencium suaminya lalu duduk di sampingku. Tak kuperhatikan buah dada istriku yang berayun-ayun di mukaku, kutarik tubuh Mbak Eliz mendekat, kulempar handuk penutup tubuhnya, aroma wangi tercium dari tubuh segarnya ketika kucium leher dan bibirnya, kami saling mengulum sambil aku memangku istriku yang menerima kocokan Mas Surya.
“Pindah ke kamar yuk, disini kurang bebas” usul Mbak Eliz
Tanpa menunggu jawaban, kudorong istriku turun dari pangkuanku lalu kutuntun Mbak Eliz menuju kamar, sekilas masih kulihat Mas Surya meneruskan kocokannya terhadap istriku, dia menyetubuhi istriku dari belakang sama sama berdiri, berpelukan dan berciuman.
Sesampai di kamar, kurebahkan tubuh telanjang Mbak Eliz dan langsung kutindih, kususuri tubuhnya yang segar sehabis mandi, terasa lebih menggairahkan, aku paling menyukai membenamkan mukaku di antara kedua bukit di dadanya yang montok. Tak lama kemudian istriku dan Mas Surya masuk kamar, ketika kami sedang ber-69 dengan Mbak Eliz di atas, mereka langsung mengambil posisi doggie. Istriku mengatur posisi tubuhnya hingga kepalanya di antara kakiku dan bisa mengulumku bergantian dengan Mbak Eliz ketika suaminya mengocoknya dari belakang, aku tak bisa melihat dengan jelas, tapi bisa merasakan ketika dua mulut dan dua lidah sedang berada di kejantananku baik secara bersamaan maupun bergantian, terasa kenikmatan yang berlebihan.
Ranjang serasa bergoyang ketika kudengar jeritan nikmat istriku akibat hentakan kuat dari Mas Surya, kulihat dari celah paha Mbak Eliz, Mas Surya menjambak rambut istriku hingga dia terdongak ke belakang dan menyodoknya dengan keras, buah dada istriku berayun-ayun tak beraturan karena sodokan itu.
“Mas, gantian dong” pinta Mbak Eliz pada suaminya, tanpa menunggu jawaban dia langsung turun dan nungging di samping istriku. Mas Surya melepaskan istriku dan bergeser di belakang istrinya, langsung penisnya melesak ke vagina Mbak Eliz dengan kecepatan tinggi seperti yang dia lakukan pada istriku, kontan Mbak Eliz menjerit seperti terkaget menerima perlakuan suaminya yang kasar itu, tapi tak ada tanda protes, justru kulihat expresi kenikmatan di wajahnya yang cantik. Kuraih buah dadanya yang montok berayun ayun dan kuremas sambil kupermainkan putingnya, membuat Mbak Eliz makin histeris dalam desahannya.
Istriku yang ditinggal Mas Surya, beralih ke atasku, mengatur posisinya sebelum akhirnya melesakkan penisku ke liang vaginanya. Jeritan nikmat keluar dari mulutnya saat penisku menerobos masuk. Setelah terdiam sesaat, mulailah goyangan pinggulnya di atasku, penisku terasa di remas remas, gerakan istriku semakin liar, kunikmati sambil meremas remas buah dada Mbak Eliz yang sedang mendapat kocokan dari suaminya.
Melihat istriku bergoyang liar dan menggairahkan, Mas Surya rupanya tergoda juga untuk kembali menikmati istriku yang memang lebih liar dibandingkan istrinya, ditinggalkannya istrinya yang sedang mendesah nikmat, tak dipedulikannya suara protes dan kecewa dari Mbak Eliz. Dia berdiri di samping Lily yang sedang terbakar kenikmatan, menyodorkan penisnya yang masih basah dari Mbak Eliz ke mulutnya, istriku segera meraih penis itu dan langsung mengulumnya sambil tetap bergoyang pinggul dan turun naik di atasku.
Penis Mas Surya yang tidak terlalu besar segera masuk semua ke mulutnya tanpa hambatan, dia tidak mengalami kesulitan meng-handle dua penis secara bersamaan. Kedua penis mengocoknya di atas dan dibawah secara bersamaan, Mbak Eliz yang cemberut segera kutarik dalam dekapanku, dia merebahkan kepalanya di dadaku sambil memandangi penis suaminya meluncur di mulut istriku. Mbak Eliz berlutut di sisi istriku, kedua wanita itu bergantian mengulum dan menjilati penis Mas Surya dengan rakusnya.
Kami berimprovisasi dengan berbagai gaya dan posisi di semua tempat di kamar itu, sepertinya sudah menjadi kodrat bahwa aku lebih sering menikmati Mbak Elis dan Mas surya lebih menyukai istriku.
Tak ada aturan, yang capek boleh berhenti yang masih kuat silahkan melanjutkan, permainan selalu bervariasi, kadang MMF, FFM atau MMFF. Anehnya, Mas Surya yang tadi cepat orgasme, dengan berame rame seperti ini justru bisa bertahan lebih lama, bahkan istriku sempat dibuat kewalahan.
Kami saling mereguk dan memberi kenikmatan yang seolah tak pernah habis dinikmati. Selama di kamar tak seutas benang menutupi tubuh kami, bahkan ketika Room Boy mengantar makan malam, hanya Mas Surya yang berbalut handuk yang menerimanya, karena aku lagi sibuk mereguk kenikmatan dengan istriku dan istrinya.
Setelah memberi tahu teman teman di Villa bahwa mungkin kami pulang pagi karena terjebak kemacetan di Cianjur, malam itu kami habiskan dengan pesta penuh nafsu seakan there is no tomorrow. Kami bebas melakukan dengan siapa saja, dimana saja, posisi apa saja, its wild sex, meski cuma kami berempat.
Yang paling mengesankan adalah bercinta bertukar pasangan di keremangan malam yang dingin di udara terbuka, karena tempat kami memang jauh di pojok yang jarang dilewati orang. Dinginnya angin malam tak mampu mengusir gairah nafsu kami yang memang sedang memuncak.
Keesokan harinya kami kembali ke Villa pukul 11 pagi, beberapa pertanyaan muncul mengiringi kedatangan kami, karena memang HP kami matikan untuk menghindari gangguan. Tak ada yang curiga dengan apa yang telah kami lakukan semalam, bahkan beberapa ibu ibu kasihan melihat kami yang kelihatan kurang tidur dan capek, mereka mengira kita kecapekan karena terjebak macet sehingga menginap di Cianjur, padahal itu jauh dari realita, justru kami kurang tidur dan capek karena nikmat.
Akhirnya kami kembali membaur dengan tetangga lainnya, terhadap Mas Surya dan Mbak Eliz kami bersikap sewajarnya seperti tidak terjadi apa apa, begitu juga mereka, tidak ada perubahan sikap kami pada mereka, paling tidak didepan banyak orang.
Sesekali aku masih bisa mencuri cium ataupun pelukan ataupun rabaan dari Mbak Eliz saat berdua, istriku hanya tersenyum saja melihat tingkah lakuku itu.
Kami masih berkeinginan untuk melakukannya lagi di lain waktu dan kesempatan, tak perlu menunggu liburan atau di puncak.

Comments

Popular posts from this blog

(Episode 11) Pesta di Akhir Pekan : Akhir Dari Akhir Pekan

“Hayu atuh kalo mau diterusin…” “Pindah aja yuk, jangan di sini” saran Asep sambil berdiri “Lho, kenapa emangnya?” “Yah, biar tenang aja hehe” Dinda akhirnya ikut berdiri menuruti saran Asep. Sebenarnya tujuan Asep biar yang lain tidak ada yang mengganggu mereka. Percuma dong sudah susah payah membuat Irma tepar dalam gelombang birahi kalau tiba-tiba ada yang lain ikut nimbrung. “Kita nyari kamar aja yuk” Asep memegang tangan Dinda dan mulai berjalan menjauhi yang lain “Di kamar atas aja yuk, kasurnya gede sama pemandangannya bagus” usul Dinda “Wah boleh juga tuh”

(Bonus Part 2) Pesta di Akhir Pekan

Bonus Chapter: Eksekusi Dinda (Part 2: Main Course) Dinda Fitriani Anjani kecil yang masih duduk di bangku SMP terbangun menjelang tengah malam. Tadi siang dia bekerja keras menjadi pagar ayu di pernikahan kakak perempuannya, dan juga membantu keluarganya di resepsi ala rumahan yang tanpa EO dan berlangsung sampai sore. Sehingga selepas maghrib Dinda tidur begitu saja setelah membersihkan make-up dan berganti baju. Terlewat makan malam, gadis cilik itu sekarang bangun dengan perut lapar.

Pertukaran dua sahabat

Aku irwansyah, salah seorang artis yang cukup terkenal di ibukota, beberapa judul film telah aku bintangi, aku bersahabat baik dengan raffi ahmad yang juga seorang artis popular di negeri ini, aku sudah menikah dengan zaskia sungkar namun rumah tangga kami belum di karunia anak, sedangkan sahabatku raffi ahmad juga telah menikah dengan nagita slavina dan telah memiliki seorang putra.