Skip to main content

Pertukaran di Puncak - another story - part1

Liburan sekolah yang lalu kami membuat acara di puncak, disamping untuk mempererat persahabatan juga sekaligus memberikan refreshing pada anak anak setelah ujian sekolah. Kami bertetangga 6 keluarga berangkat bersama sama dengan 8 mobil dan menginap di villa yang besar dengan 3 paviliun dan 8 kamar tidur.
Hari Sabtu kami berangkat bersama sama, jalanan arah Puncak sudah macet sejak keluar dari pintu toll, setelah berjuang dengan kemacetan 5 jam sampailah kami di Villa yang kami sewa tersebut, untunglah tidak terlalu jauh sehingga tidak perlu tersiksa lebih lama dijepit kemacetan.



Masing masing keluarga menempati kamar masing masing dan sisanya dipakai anak-anak atau siapa saja yang ingin tidur disitu. Disamping 6 keluarga, ada juga yang mengajak adik, paman maupun keluarga lainnya, jadi diluar anak anak ada 19 orang dewasa atau remaja.
Para Bapak mempersiapkan acara barbeque untuk nanti malam sementara ibu-ibu mempersiapkan makanan baik yang sudah kita bawa dalam keadaan matang maupun yang harus dimasak terlebih dahulu, sementara anak anak bermain di halaman dan kolam renang.
Kami bertetangga sudah saling mengenal dengan baik sehingga tidak ada perasaan apa apa ketika kami melakukan liburan bersama dan ini bukanlah yang pertama kali tapi sudah beberapa kali. Bahkan ketika kami semua bermain di kolam pada sore harinya, tak ada yang aneh, semua berjalan seperti biasa, saling mengejek, saling menggoda, saling bersenda gurau, meski terkadang gurauannya nyerempet ke arah sensitif. Maklum kami semua masih se-usia antara 30 ? 35 tahun, yang paling kami yakin tidak lebih dari 40 tahun, yaitu Mas Surya, tapi penampilan dan postur tubuhnya terlihat sama dengan kami semua.
Malamnya kami mengadakan barbeque sambil bermain catur, gaple, atau permainan apapun untuk melepas ketegangan dan bersantai sambil ngobrol mengenai segala hal. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam, sementara bapak-bapak lainnya asik bermain gaple, kami berempat berdiskusi dibawah indahnya bulan dan bintang malam. Tanpa kusadari paviliun sudah sepi, rupanya anak anak maupun ibu ibu sudah pada tidur, mungkin kelelahan. Hanya istriku Lily, Kiki dan seorang pembantu yang sedang di dapur, membuat kopi untuk kami yang begadang, setelah kopi dan the terhidang mereka menghilang masuk ke kamar.
Satu persatu mereka menghilang masuk kamar, tingal 6 orang yang masih tahan begadang, untuk melepaskan penat aku jalan jalan di sekitar Villa sambil memandang kerlap kerlip lampu di bawah, sungguh indah di malam maupun siang hari, pantesan banyak orang ingin punya villa di daerah puncak.
Aku menuju Paviliun C tempat kamar kami yang letaknya di ujung, agak jauh dari bangunan induk, kami satu paviliun dengan keluarga Mas Surya, dengan menahan dingin kututup rapat sweaterku, sendirian berjalan dikeremangan lampu taman. Paviliun C terlihat gelap, “Rupanya mereka sudah tidur”, pikirku.
Sebelum masuk paviliun aku mengitari bangunan itu, duduk di ayunan di pojok taman bermain yang gelap dan disinari sinar rembulan, kuhisap asap rokokku dalam dalam dan kuhembuskan sekuat kuatnya, dalam hati mengagumi arsitektur bangunan yang artistik.
Tiba tiba aku dikejutkan oleh suara langkah di belakangku, ternyata istriku belum tidur dan menyusulku duduk di sampingku. Kursi besi itu terasa dingin, istriku merapatkan tubuhnya padaku, sambil memandangi hiasan di langit yang indah, kupeluk rapat untuk memberikan kehangatan padanya. Tanpa kata kata kami saling berpelukan dalam keremangan malam tanpa cahaya lampu, tanpa bicara kami akhirnya berciuman, begitu bergairah di keheningan malam, tangan istriku sudah mengusap selangkanganku dan kubalas dengan belaian lembut di dadanya, sweater-nya terasa tebal mengganggu remasanku, apalagi bra-nya yang rapat menutup buah dadanya.
Kuselipkan tanganku di balik sweater, terasa hangat tubuhnya, kuraba dan kuremas buah dadanya, tanpa permisi dengan sekali sentil terlepaslah bra yang menyangga buah dadanya. Kami masih saling melumat bibir, tangannya dengan trampil membuka resliting celanaku dan mengeluarkan kejantananku, langsung mengocoknya. Kubalas dengan remasan buah dadanya penuh gairah.
“Jangan disini, ntar dilihat orang orang” bisikku
“Nggak, terlalu gelap untuk dilihat dari sana” balas istriku sambil melepaskan ciumannya dan berlutut di bawahku. Dinginnya malam sudah tidak kami hiraukan, kejantananku sudah berada dalam jilatan dan kulumannya, aku tidak berani mendesah, takut terdengar mereka yang masih begadang.
“Udah lama aku tidak melakukannya di luar” bisiknya disela sela kulumannya. Aku tidak bisa melihat bagaimana kejantananku keluar masuk mulut istriku tersayang.
Tak lama kemudian dia berdiri dan menarikku ke meja besi di depan kami, dia menarik turun celana jeans-nya hingga lutut lalu telentang di atas meja itu, aku yakin dia merasa dingin di atas meja itu tapi tak dihiraukannya. Kuangkat kakinya dan kujilati vaginanya, dia menggeliat tanpa berani bersuara, ditariknya kepalaku sebagai pertanda untuk segera mulai. Kunaikkan kakinya di pundakku dan kusapukan penisku ke vaginanya yang sudah basah, perlahan kudorong masuk penis tegangku hingga semua tertanam ke dalam.
Dalam keremangan malam kulihat istriku menggigit bibirnya, dia menikmati kocokanku tanpa suara, aku tahu itu siksaan baginya bercinta tanpa desahan. Kocokanku makin cepat, dia meremas remas buah dadanya, terkadang menggigit sendiri jari tangannya untuk menahan desahannya.
Aku masih mengenakan pakaian, hanya penisku yang keluar dari lubang celanaku. Kami berganti posisi, dia berdiri dan telungkup di meja sementara aku mengocoknya dari belakang, dinginnya malam tak mampu menghentikan kami, perlahan dingin berganti dengan panasnya gairah kami. Kupegang pinggulnya dan kusodokkan penisku dengan keras, kembali dia menggigit bibir bawahnya menahan nikmat.
Kami berpindah kembali ke ayunan, dia nungging dan kami bercinta dogie style, baru kali ini kami bercinta sambil ber-ayun, setiap kali kusodokkan penisku dengan keras, kursi itu berayun dan kembali, begitu seterusnya hingga istriku tak perlu melakukan gerakan maju mundur. Hampir setengah jam kami bercinta di dinginnya malam udara puncak, tak ada desah dan jerit kenikmatan, hanya keringat kami yang mulai menetes.
Tiba tiba kudengar suara orang bercakap mendekati kami, spontan kami menghentikan permainan dan membetulkan letak pakaian kami. Untunglah mereka tidak melihat ke arah taman hingga tak mengetahui keberadaan kami di taman. Masih dalam keadaan penuh nafsu dan gairah, kami putuskan untuk melanjutkan di kamar, paviliun itu masih gelap. Kubuka kamar kami, ternyata tempat tidur kami sudah dipenuhi anak anak yang tidur berangkulan di balik selimut karena kedinginan. Istriku kemudian membuka kamar sebelahnya yang tidak terkunci, kamar keluarga Mas Surya, ternyata Mas Surya dan istrinya, Eliz sudah tidur juga, berangkulan di balik selimutnya.
Di kejauhan kulihat beberapa orang masih begadang di depan bangunan induk, dengan agak jengkel istriku duduk di sofa ruang tamu, aku tahu aku harus menghiburnya atau menuntaskan birahinya. Kubuka celanaku dan menyodorkan penisku yang masih basah cairan vaginanya ke mulutnya, dia langsung menyambut dengan kuluman penuh nafsu. Tak lama kemudian kami kembali bergumulan penuh nafsu, celanaku sudah terlepas begitu juga celananya, kami bercinta dengan mengenakan sweater. Sedikit kesadaranku timbul, kukunci pintu depan dan belakang, begitu juga kamar anak anak aku kunci dari luar. Kubiarkan kamar Mas Surya, toh mereka sudah tidur lelap.
Permainan kami berlanjut, kami bercinta di sofa maupun di karpet ruang tamu, tanpa kami sadari satu persatu pakaian kami terlepas dari tubuh kami, telanjang kami bercinta dengan nafsu yang menggelora, sesekali istriku berani mendesah ketika kukocok vaginanya dengan keras, seakan lupa bahwa ada Mas Surya dan istrinya di kamar itu.
Duapuluh menit sudah berlalu, aku duduk di sofa sementara istriku duduk dipangkuanku turun naik dan bergoyang pinggul, mengocok dengan liarnya, kukulum dan kusedot serta kupermainkan putingnya dengan lidahku, dia menggelinjang nikmat, diremasnya rambutku. Goyangannya makin menggairahkan, seakan meremas penisku yang tertanam di vaginanya.
Aku tak tahan lebih lama lagi menahan gairahnya, kemudian menyemprotlah spermaku di vaginanya, belum habis denyutan penisku menyemprotkan sperma ketika kurasakan remasan kuat dari dinding vagina istriku, dia mengikutiku mencapai puncak kenikmatan beberapa detik kemudian, kami saling berdenyut dan saling berpelukan penuh nikmat. Akhirnya kamipun terkulai telanjang di sofa ruang tamu, napas kami bersatu dalam birahi yang indah. Sebelum kami tertidur di sofa, kami kenakan kembali pakaian kami dan tertidur di sofa ruang tamu.
Keesokan paginya semua berjalan seperti biasa, sebagaian besar berangkat ke daerah Agrowisata bersama anak anak, sementara aku dan istriku tinggal di villa dan Mas Surya pergi men-servis mobil yang sempat ngadat saat macet.
Karena tidurku kurang nyenyak, setelah mandi dan bersih bersih maka aku lanjutkan tidur di kamarku yang semalam dipakai anak anak.
Jam dinding berbunyi 10 kali pertanda pukul 10 pagi, belum lelap tidurku sayup sayup kudengar pembicaraan istriku dengan seorang wanita yang tidak aku tahu pasti siapa dia.
“Mbak Lily, aku mau tanya, pribadi nih, boleh enggak?” kata wanita itu yang ternyata Mbak Eliz.
“Ada apa sih mbak, kok kelihatan serius amat?” tanya istriku
“Jangan marah ya, janji ya,..anu mbak..aduh gimana nih susah ngomongnya” Mbak Eliz terdengar canggung.
“Emangnya ada apa sih?”
“Anu Mbak emm.. semalam permainan Mbak begitu menggairahkan dan liar, aku dan Mas Sur jadi menikmatinya sampai habis, setelah itu kami melakukannya di kamar meski tidak selama dan seheboh permainan mbak”
“Hah? kok Mbak Eliz.."jawab istriku, ada nada kaget disuaranya.
"Iya mbak, maaf ya mbak, ketika aku dengar ada suara agak berisik aku terbangun, dan lebih kaget lagi ketika kulihat Mbak Lily dan Mas Hendra sedang begituan”
“Seberapa lama Mbak lihat?” tanya istriku penasaran
“Sejak Mbak Lily mengulum Mas Hendra” jawabnya, berarti itu baru permulaan, cukup lama dia melihat permainan kami
“Lalu, aku melihat bagaimana Mas Hendra menjilati mbak, sepertinya Mbak begitu menikmati gitu, aku jadi pingin deh digituin, tapi Mas Sur nggak pernah mau melakukannya” Mbak Eliz melanjutkan.
“Emang Mbak melihat kami bersama dengan Mas Surya?” Tanya istriku penasaran
“Ketika aku sedang melihat kalian di lantai, saat itulah Mas Sur bangun dan kami melihat kalian berdua sambil dia memelukku, terus terang aku salut sama suami mbak, bisa bermain lama begitu dan banyak posisi, dan .. dan.. dan.. jangan marah ya mbak, aku ..aku .. melihat punya Mas Hendra begitu besar, meski dalam keremangan aku bisa melihatnya, sampai sampai saat aku bermain dengan Mas Sur kubayangkan punya Mas Hendra yang besar itu, entah bagaimana rasanya barang sebesar itu, tak terbayang deh, enak kali Mbak ya sampai Mbak menggeliat kelojotan kayak gitu, jangan marah ya Mbak aku kan cuma mengatakan perasaanku apa adanya” ada nada kagum dan ragu ragu dari suara Mbak Eliz.
Aku tak tahu bagaimana Mbak Eliz bisa bercerita begitu polos dan terus terang tanpa basa basi seperti itu.
“Emang punya Mas Sur nggak gede?” pancing istriku
“Entahlah mbak, tapi punya Mas Hendra kelihatan begitu besar dan ah nggak tau lah mbak”
“Mbak Eliz pingin merasakannya?” pancing istriku penuh selidik, aku yakin dia sudah mulai keluar isengnya.
“Jangan marah mbak, aku Cuma berkhayal saja kok, lagian aku kan nggak mungkin selingkuh dengan suami teman sendiri, ntar aku dikira apa” Mbak Eliz terdengar canggung.
“Bagaimana kalo kuijinkan” benar sudah keluar gairah liarnya
“Maksud mbak?” Eliz terdengar kaget
“Ya kamu ngerasain yang kamu bayangkan, dari pada cuma dibayangkan dan membuatku berpikir yang negatif, lebih baik di wujudkan saja, iya kan” istriku sudah mulai nakal
“Mbak ijinin aku sama suami mbak? ah Mbak pasti bergurau nih, ah udahlah mbak, anggap pembicaraan ini nggak ada, sekedar iseng” Mbak Eliz mulai gugup.
“Mbak, tolong jawab dengan jujur, aku serius nih, Mbak Eliz mau apa enggak?”
Mereka terdiam, hanya pancuran air cucian piring yang kudengar, tiba tiba kudengar suara gelas jatuh berantakan, rupanya ada yang nervous.
“Mbak beneran nih? Mas Hendra sendiri gimana?” tanyanya kaget dan penasaran
“Udahlah, masalah itu serahkan padaku, jawab dulu kamu mau apa enggak?
Mereka terdiam lagi.
"Entahlah mbak, aku jadi malu nih” dia ragu ragu. “kalau Mas Hendra mau dan Mbak nggak keberatan, ..ya..aku sih.. emm.. malu ah”
“Ya jelas mau dong, dikasih enak kok nggak mau” tegas istriku
“Sekarang Mbak mau apa enggak? soal suami Mbak biar aku yang atasi, serahkan saja padaku, trust me, kalo emang oke ntar aku bilang ke Mas Hendra” lanjut istriku meyakinkan Mbak Eliz, entah apa yang ada dibenaknya.
Tak kudengar pembicaraan lebih lanjut, sepertinya Mbak Eliz masih ragu atau malu untuk meng-iyakan tawaran istriku.
“Tapi jangan bilang bilang Mas Sur ya mbak” kata Mbak Eliz berarti setuju tanpa meng-iyakan.
“Gila apa, emang kita mau cari perkara” suara istriku meninggi
“Temanin ya mbak”
“Ini orang, udah diijinin masih minta ditemenin lagi, kayak perawan aja” kata istriku sewot
“Bukan gitu mbak, aku kan canggung kalo langsung ke kamar Mas Hendra, ntar dikira ngajak selingkuh lagi, padahal kan seijin mbak”
“Ya udah deh, kalo gitu kita keroyok aja Mas Hendra rame rame, kita main bertiga aja, buruan ntar suamimu keburu datang dari servis mobil” jawab istriku.
Mendengar pembicaraan mereka kejantananku perlahan menegang, apalagi ketika membayangkan Mbak Eliz yang cantik dan mulus. Wanita keturunan Aceh itu umurnya 1 ? 2 tahun lebih muda dari istriku, tingginya sedikit dibawah istriku, mungkin 160, tapi body-nya sungguh menggetarkan birahi laki laki yang melihatnya, apalagi dadanya yang terlihat menonjol menantang, perkiraanku pasti tidak lebih kecil dari 36B, kulitnya yang putih mulus bak pualam, sungguh beruntung aku kalau memang ini terjadi, ingin rasanya aku segera menikmati tubuh sexy-nya. Tak lama kemudian kudengar langkah menuju ke kamar, aku pura pura tidur pulas ketika mereka masuk kamar dan mendekati tempat tidur, ranjang bergoyang ketika mereka naik.
Kudengar mereka berbisik bisik sebentar, tanpa bicara lagi tiba tiba istriku langsung menciumku, pura pura kaget kubalas kuluman bibir istriku. Sambil menciumku dia meremas remas kejantananku yang menegang dibalik celana pendek, kuremas buah dadanya dibalik sweater-nya, kejantananku makin menegang, aku masih menunggu sentuhan tangan lembut Mbak Eliz, kulepas sweater-nya hingga tampak bra ungu yang tak lama kemudian tanggal dari tubuhnya. Sekilas kulirik Mbak Eliz hanya berdiri mematung melihat kami berciuman. Tak lama kemudian kami sudah sama sama telanjang bulat berpelukan dan berciuman didepan Mbak Eliz yang masih berdiri di ujung ranjang.
Aku khawatir Mbak Eliz berubah pikiran, maka kuhentikan ciumanku dan menghampirinya, dia mundur selangkah menjauhiku, tampak keragu raguan di sikapnya, untunglah istriku membantunya, didekatinya Mbak Eliz diraihnya tangannya dan dituntun ke arah kejantananku yang menegang. Ragu ragu dia memegangnya tapi istriku berhasil memaksanya untuk meremas kejantananku, dia memandangku dengan sorot mata kagum, aku suka dengan cara pandangnya yang penuh gairah itu.
Ketika Mbak Eliz mulai meremas dan mengocok, kutarik tubuhnya dalam pelukanku yang telanjang, bisa kurasakan buah dadanya yang mengganjal di dadaku. Istriku ikutan memelukku, kini dua wanita cantik dalam pelukanku, satu telanjang dan satunya masih berpakaian. Tanpa membuang kesempatan lebih lama, kucium pipi Mbak Eliz yang mulus itu dan terus bergeser ke bibir manisnya, mulanya agak canggung dia melayani ciuman bibirku tapi kemudian dibalasnya ciumanku dengan tak kalah gairahnya, dilumatnya bibirku seakan tak mau melepaskan lagi. Tanganku mulai menyusuri dadanya, kuremas dengan lembut buah dadanya, seperti dugaanku, begitu montok dan kenyal, membuatku makin gemas untuk meremas remas. Remasan dan kocokan empat tangan di kejantananku makin liar, seliar ciuman dan remasanku pada buah dada Mbak Eliz.
Kulepas kaosnya, terlihatlah buah dada montoknya yang masih terbungkus bra merah berenda, sungguh sexy dan terlihat begitu padat, aku menelan ludah melihat kemontokan tubuh nan sexy itu, segera kudaratkan ciumanku ke leher Mbak Eliz, dia menggelinjang dan mulai mendesis pelan, remasanku makin leluasa menggerayangi kedua bukit yang menantang, kuselipkan tanganku di sela bra-nya, begitu didapati putingnya segera kupermainkan dengan nakal, gelinjang Mbak Eliz makin menjadi, desisnya makin jelas terdengar. Istriku yang dari tadi memelukku dari belakang bergeser ke belakang Mbak Eliz, ternyata dia melepas bra merah itu.
“Tadaa” kata istriku setelah menarik bra Mbak Eliz.
Aku kembali terpesona melihat buah dadanya yang polos padat menggantung di dadanya, belum hilang kagumku, istriku ternyata sudah melorotkan celana pendek sekaligus celana dalamnya, untuk kesekian kalinya aku melongo melihat ke-sexy-an tubuh telanjang tetanggaku ini, rambut pubicnya yang tertata rapi membentuk segitiga, begitu indah.
Tangan Mbak Eliz dari tadi tak pernah lepas dari kejantananku, bibir dan lidahku kembali menyusuri leher jenjangnya dan lidahku langsung menuju ke puncak bukit yang kemerahan, dengan liar kupermainkan puting yang kecil menantang, kukulum dan kusedot putingnya sambil mempermainkan dengan lidahku, geliat dan desis Mbak Eliz bertambah berani, rambutnya yang panjang tergerai bebas saat dia menengadah dan mendesah.
Puas melumat kedua bukit mulusnya, ciumanku turun ke perut dan berhenti di selangkangannya. Lidahku menyusuri kedua paha hingga lututnya, sengaja aku tak menyentuh daerah vaginanya, ingin kupermainkan dia lebih lama lagi, ingin kulihat dia menggeliat seperti cacing kepanasan. Dugaanku benar, dia kelocotan dilanda birahi, berulang kali tanganku dituntun ke daerah vaginanya, tapi aku tak mau melanjutkan.
“Pleeaasse..pleaasse” desahnya yang membuat aku tak tega mempermainkan lebih lama lagi.
Kutuntun dia ke arah ranjang dan kutelentangkan, kini tubuh telanjang dan sexy Mbak Eliz telentang penuh pasrah, aku menikmati saat saat seperti ini. Kutindih tubuh montok itu, kami kembali berciuman sebentar sebelum akhirnya aku jongkok di antara kedua kakinya.
“Ini yang kamu mau bukan?” kata istriku yang dari tadi telanjang berdiri menonton suaminya sedang mencumbu Mbak Eliz, istri tetangga.
Lidahku menyusuri pahanya yang mulus, lalu berhenti di selangkangannya. Aku mulai menjilati bibir vaginanya, dia menggeliat dan menjerit tertahan ketika lidahku menyentuh klitorisnya, tangannya digigitnya untuk menahan jeritannya. Istriku yang duduk di sampingnya tersenyum melihatnya, lidahku menari nari di vaginanya, sesekali kusedot liang vaginanya, tak jarang cairan vaginanya tertelan mulutku. Mbak Eliz menggeliat tanpa kontrol, pahanya menjepit kepalaku, tapi tak kuhiraukan. Dua jari tanganku sudah mengocok liang vaginanya sembari lidahku menyapu klitorisnya, dia menjerit penuh nikmat.
“Aaauugghh.. yess..yess.. truss” jeritnya lepas sambil meremas remas rambutku, seakan lupa bahwa dia sedang menikmati suami orang.
“Aaagghh..sshh..sshh..yess..yess.. yaa..aku keluaar” jeritnya tertahan, ternyata dia sudah orgasme hanya dengan jilatan lidah.
Aku tak mempedulikannya, terus kujilati dan kukocokkan jari tanganku.
“Aaaghh.. ssudah.. ssudah.. pleeaase” dia memohonku menghentikan jilatanku, tapi aku tak mau berhenti begitu saja.
“Mas, udah mas, kasih dia istirahat dulu” celetuk istriku.
Dengan berat hati aku beranjak dari selangkangan Mbak Eliz, telentang diantara kedua wanita itu, istriku segera bergeser ke selangkanganku, diremasnya kejantananku dan langsung dikulumnya, tak lama kemudian kejantananku sudah meluncur keluar masuk mulutnya. Kakiku diangkatnya dan dia menjilati kantong bola hingga ke lubang anusku, aku mendesis sambil meraba dan meremas remas buah dada Mbak Eliz yang masih telentang di sampingku. Mbak Eliz memiringkan tubuhnya, kini dia dipelukanku, kepalanya disandarkan di bahu ketika istriku sedang menjilati penisku. Mbak Eliz mulai kembali menciumi wajahku, terus beralih ke leher dan dadaku, dikulumnya putingku, aku menggeliat nikmat mendapat perlakuan kedua wanita cantik ini secara bersamaan.
“Mbak, aku duluan ya” pintanya pada istriku ketika ciumannya sudah sampai di perut.
“You are my guest, terserah, asal mau berbagi ini” jawab istriku sambil menyodorkan penisku ke muka Mbak Eliz. Dia meraih penisku dan mengocoknya dengan tangannya, sepertinya dia agak ragu untuk mengulum penisku.
“Terlalu besar mbak, nggak muat nih” katanya kemudian
“Coba aja dulu, ntar akan masuk sendiri” jawab istriku masih asik menjilati pangkal paha dan kantong bolaku.
Mbak Eliz mulai menjilati kepala penisku, lidahnya berputar putar di ujung penis, lalu turun ke batangnya hingga pangkalnya, terus naik lagi ke ujung, kepala kedua wanita itu berimpit di selangkanganku. Wonderful, dua wanita cantik bermain dengan kejantananku, I’m flying to heaven. Jari tanganku mengocok vagina Mbak Eliz yang basah, dia menjilat sambil mendesis.
“Ya gitu terus masukin, pelan pelan saja” istriku seakan mengajari Mbak Eliz, dan kepala penisku sudah berada di mulutnya. Kulihat dia kesulitan untuk memasukkan batangnya, istriku segera mengambil alih, diraihnya penisku dan langsung dimasukkan ke mulutnya dengan lahapnya, dia mengocok penuh gairah, lalu dikembalikan lagi ke Mbak Eliz, seperti anak kecil yang mengembalikan permainan yang dipinjamnya.
Mbak Eliz berusaha untuk memasukkan sebanyak mungkin penisku ke rongga mulutnya, hanya setengah yang bisa dia kulum, istriku menjilati batang penis yang tidak tertampung, penisku mulai meluncur keluar masuk mulut Mbak Eliz, kocokan jariku di vaginanya makin cepat, desahnya tertahan penisku.
Mbak Eliz beranjak menaiki tubuhku, sepertinya dia ingin segera merasakan penisku di vaginanya, tapi istriku mencegahnya.
“Jangan posisi ini dulu, pelan pelan saja, santai saja” kata istriku meminta Eliz telentang di sampingku.
Segera kunaiki dan kutindih tubuhnya, kucium dan kujilati leher mulusnya, istriku dengan setia menuntun kejantananku ke vagina Mbak Eliz, perlahan lahan kudorong masuk menguak liang sempit di selangkangannya.
“Aaagghh.. pe..lan.. pe..lan.. mas, sakiit, besar bangeet” desahnya seperti seorang perawan yang baru bercinta.
“Santai saja mbak, nggak usah tegang, Mas jangan kasar dong” kata istriku yang selalu bertindak sebagai sutradara dan pengatur laku.
Kudorong penisku memasuki liang sempit itu sebentar lalu kutarik lagi perlahan lahan, kudorong lagi dan kutarik lagi, makin lama makin dalam penisku melesak kedalam liang vaginanya, hingga akhirnya semua penisku masuk dalam vaginanya, kudiamkan sejenak dan kunikmati expresi di wajahnya yang bersemu merah. Mbak Eliz menggigit bibirnya, entah sakit entah nikmat, padahal liang vaginanya sudah basah, tangannya mencengkeram pantatku dengan kencangnya. Dia menahan tubuhku ketika aku mulai gerakan menarik, kudiamkan lagi sambil menciumi lehernya, buah dadanya masih terasa mengganjal di dadaku.
“Gila gede banget, penuh rasanya mas, tak kusangka bisa sepenuh ini” bisiknya ditelingaku. Istriku mulai mengelus kantong bola-ku, membuatku menggelinjang di atas tubuh Mbak Eliz, dia memelukku lebih erat lagi.
Perlahan aku mulai menarik dan mendorong penisku, makin lama makin cepat hingga akhirnya aku bisa mengocok Mbak Eliz dengan gerakan normal, desahan nikmat keluar dari mulut manisnya membuatku makin bernafsu menggoyangkan pantatku. Dia ikutan menggoyangkan pantatnya mengimbangiku, rupanya sudah bisa menyesuaikan diri.
Aku berlutut sambil mengocoknya, kuamati wajah Mbak Eliz yang sedang dilanda birahi, wajah cantiknya makin cantik ketika dia mendesah, membuatku semakin bernafsu.
“Egh.. egh.. egh.. enak mas, trus mass..yess..fuck me..yess” desahnya lepas seirama kocokanku.
Buah dada montok Mbak Eliz berguncang guncang, diremasnya sendiri kedua bukitnya itu sambil dia mempermainkan putingnya. Istriku meletakkan kedua kaki Mbak Eliz ke pundakku, membuat penisku makin melesak ke dalam.
“Ouhh..yaa.. makasih mbak,..trus mass” desahnya makin merasakan kenikmatannya, makin cepat kocokanku makin liar dia mendesah.
“Gimana? enak mbak?” goda istriku sambil mengelus elus rambutnya.
“Uff.. bu.. bukan enak lagii.. toop deh” jawabnya di sela sela desahan sambil meremas remas buah dadanya sendiri.
“Enak mana sama suami mbak?” tanyaku keceplosan, tak seharusnya aku membandingkan seperti ini.
“Tau ahh”
“Enak mana?” desakku sambil menyodoknya keras
“Aaauugghh.. ss.. en.. nak.. i.. nnii” jawaban atau desahannya, tentu saja dia akan menjawab begitu, mana mungkin dia menjawab lain kalau sedang menikmati yang ini.
“Aaagghh..shit..shit..yess” teriaknya sambil mencengkeram erat lenganku, dan bersamaan dengan itu kurasakan remasan otot vaginanya pada penisku, dia mencapai orgasme lagi, tak lebih sepuluh menit aku mengocoknya.
Kuhentikan gerakanku sejenak untuk merasakan denyutan vagina Mbak Eliz yang cukup kuat. Wajahnya makin cantik lagi dikala orgasme, semu kemerahan terlihat jelas di raut mukanya yang putih, sungguh berbeda dengan keseharian biasanya.
Tubuh Mbak Eliz langsung melemas seiring dengan habisnya denyutan itu, aku ingin mengocoknya lagi tapi istriku sudah menarik lenganku meminta giliran. Aku telentang di samping tubuh Mbak Eliz yang masih ngos-ngosan, istriku langsung mengatur posisinya di atasku dan melesaklah penisku ke vaginanya, vagina kedua di pagi itu. Jujur saja kurasakan vagina Mbak Eliz lebih nikmat dibandingkan istriku, tapi gerakan dan goyangan istriku jauh lebih erotik dari Mbak Eliz, dia langsung naik turun dan bergoyang pinggul di atasku, aku dan istriku sama sama mendesah nikmat. Kuraih dan kuremas buah dadanya yang menggantung indah, lebih kecil dari punya Mbak Eliz, tapi sama sama padat dan kenyal.
Kupeluk tubuh istriku sambil mengocoknya dari bawah, dia mendesah dekat telingaku, kami saling berdekapan erat. Mbak Eliz sepertinya tak tahan melihat permainan kami, dia lalu mencium pipiku di sisi lain, kuraih tubuhnya, kuremas buah dadanya lalu kupeluk, sungguh nikmat memeluk dua wanita yang cantik dan sexy, sambil tetap mengocoknya.
Istriku kembali duduk di atas penisku sambil bergoyang pinggul.
“Mbak di atas sana gih” perintah istriku sambil menjulurkan lidah memberi kode untuk dijilati vaginanya.
Mereka saling berpandangan lalu tersenyum, Mbak eliz segera membuka kakinya tepat di atas mukaku, segera kusambut dengan lidahku. Kedua wanita ini saling mendesah di atasku, mereka saling berhadapan dan berpegangan tangan, ada kepuasan tersendiri bisa memberikan kenikmatan pada dua wanita cantik secara bersamaan, meski aku tidak bisa melihat expresi wajah keduanya, pandangan dan mukaku tertutup pantat Mbak Eliz.
Tiba tiba mereka turun secara bersamaan, aku kecewa, tetapi segera kekecewaanku berganti dengan kenikmatan lagi, ternyata berganti posisi, istriku di atas kepalaku sedangkan Mbak Eliz pada penisku. Goyangan Mbak Eliz tidak seliar istriku, tapi tetap saja nikmat, kembali mereka mendesah bersama sama.
“Dari belakang mbak” usul istriku tak lama kemudian
“Doggie??” Tanya Mbak Eliz yang masih turun naik di atas penisku.
Tanpa menjawab istriku langsung turun dan nungging di sebelahku, diikuti dengan Mbak Eliz nungging di sebelahnya, kini aku harus memilih diantara dua vagina yang menantang. Kuamati mereka sejenak, baru sekarang kusadari kalau pantat Mbak Eliz begitu sintal dan padat, indah dipandang, apalagi kalau digoyang. Tanpa piker panjang, aku berdiri di belakang Mbak Eliz, kusapukan sebentar lalu kudorong perlahan masuk hingga semua penisku tertanam ke vaginanya.
“Aaagghh.. pelaan” desahnya ketika penisku menguak liang vaginanya.
Istriku memandangku sambil tersenyum, tapi tak kupedulikan, aku sedang konsentrasi menikmati Mbak Eliz. Penisku mulai meluncur keluar masuk vaginanya, kupegang pantatnya yang padat berisi, kutarik dan kudorong seirama kocokanku, Mbak Eliz mendesah lebih liar. Buah dadanya ber-ayun ayun dengan bebasnya, kuraih dan kuremas dengan gemas penuh nafsu, kupermainkan putingnya, membuat dia makin mendesah dan mulai berani menggoyangkan pantat mengimbangiku, kenikmatanku bertambah apalagi ketika istriku memelukku dari belakang dan mengelus dadaku sambil menciumi tengkuk dan punggungku.
Kocokanku pada Mbak Eliz makin cepat dan liar, ketika istriku nungging di sebelahnya meminta giliran, agak berat aku melepas Mbak Eliz yang sedang dalam birahi tinggi, tapi aku tak bisa mengabaikan istriku. Kugeser tubuhku di belakang istriku, dengan sekali dorong melesaklah penisku ke vaginanya, langsung kukocok dengan cepat dan keras, aku tahu kesukaannya, makin liar makin suka dia.
“Mbak keluarnya di aku saja ya” pinta Mbak Eliz yang disambut senyuman oleh istriku di sela desahannya.
“Boleh asal setelah itu dibersihkan dengan mulut” jawab istriku nakal sambil mendesah nikmat
“Dengan mulut mbak??” tanyanya heran
“Iyyaa, mau nggak??” jawab istriku dengan nada tinggi, aku yang mendengarnya jadi tambah bernafsu, kuhentakkan makin keras penisku ke vaginanya.
“Mmm..iya deh” jawab Mbak Eliz sambil mengangkat dua jarinya lalu bergeser ke belakangku dan memeluk seperti yang dilakukan istriku tadi.
“Janji”.
Belum sempat Mbak Eliz memberi jawaban, terdengar deru mobil melintas di depan pavilliun, Mas Surya telah datang. Sebelum kami sempat berpikir harus berbuat apa, istriku sudah mengambil inisiatif.
“Kalian lanjutkan saja, Mas Surya biar aku yang tangani, believe me” katanya langsung menarik keluar penisku dan turun dari ranjang, dikenakannya kaos dan celana pendeknya tanpa mengenakan pakaian dalam, entah sengaja atau terburu buru aku tak tahu.
“Ingat janjimu mbak” teriaknya sesaat sebelum pintu kamar tertutup.
Sepeninggal dia aku dan Mbak Eliz saling berpandangan seperti tak tahu harus berbuat apa. Masih tetap telanjang, kami mengintip ke jendela dari balik tirai, melihat keadaan, kulihat istriku berbicara dengan Mas Surya yang baru keluar dari mobil, digandengnya Mas Surya menuju kolam renang, tanpa berganti pakaian renang istriku langsung mencebur ke kolam, Mas Surya melepas pakaiannya, dengan memakai celana dalam dia mengikuti istriku masuk ke kolam, aku yakin Mas Surya akan segera tahu kalau istriku tidak memakai bra begitu kaosnya basah, putingnya pasti membayang di balik kaos basah itu, aku tidak tahu dengan pikiran Mbak Eliz.
Membayangkan mereka berdua gairahku kembali naik, aku bergeser ke belakang Mbak Eliz yang masih asik mengintip mereka. Kupeluk dan kuremas buah dadanya dari belakang, dia tidak memberi respon. Kubuka kakinya, dia menurut saja, ku usap usapkan penisku ke pantatnya lalu kusapukan penisku ke vaginanya, dia menoleh ke arahku dan kubalas dengan senyuman. Tubuhnya menegang ketika penisku meluncur masuk ke liang vaginanya, dia mendesah tapi matanya tetap tertuju pada istriku dan suaminya di kolam sana, aku tak peduli apa yang ada di benaknya. Kukocok dia dengan cepat, tangannya meremas tirai jendela, kami bercinta dengan berdiri, sambil memegang pantat dan meremas buah dadanya kukocok makin cepat, dia mendesah lepas, seakan melupakan mereka yang ada di kolam.
“Aduh mas, enak mas, teruss” desahnya lagi, tangannya tertumpu pada bingkai jendela, aku menyukai pandangan pantatnya yang mulus, sintal, padat berisi, apalagi saat bergoyang ketika kukocok, begitu indah dan menggairahkan.
Khawatir kami lepas kontrol dan tirainya tertarik, kami pindah ke sofa, sayup sayup kudengar tawa dan canda dari kolam. Mbak Eliz duduk di sofa, aku berlutut di antara kedua kakinya yang terbuka, kupeluk dan kuciumi bibir dan lehernya, dia memegang penisku, mengocoknya sejenak lalu menyapukan ke vaginanya, masih saling melumat bibir, penisku kembali memenuhi rongga vagina Mbak Eliz, dia melepaskan lumatannya ketika semuanya sudah berada dalam vaginanya, dipandanginya mataku dengan sorot penuh gairah.
“Cumbui aku sesuka Mas Hendra, fuck me as you like, puaskan aku mas” bisiknya, ada nada marah pada suaranya, mungkin dia cemburu dengan yang di kolam, tapi aku tak peduli, yang penting aku bisa menikmati tubuh sexy Mbak Eliz sebanyak yang aku bisa.
Kami saling memeluk dan mengocok, berbagai posisi kami lakukan dari meja, karpet lantai hingga kembali ke ranjang dengan segala posisi yang ada di imajinasi kami, entah sudah berapa kali dia mengalami orgasme, tapi selalu berulang dan berulang lagi. Rasanya tak pernah habis kureguk kenikmatan dari Mbak Eliz.
Suara canda dari kolam sudah tak terdengar lagi, kami terlalu asik mengarungi lautan kenikmatan hingga tak perhatikan sejak kapan terhenti.
Tubuhku untuk kesekian kalinya di atas tubuh Mbak Eliz, mengocok dan menggoyang dengan penuh gairah dan nafsu, kakinya dikaitkan di atas pinggangku, kami saling mereguk kenikmatan, hingga sampailah aku ke puncak kenikmatan sexual, tubuhku menegang.
“Keluarin di dalam Mas” bisiknya, dan sedetik kemudian menyemprotlah spermaku di rahim istri tetanggaku yang cantik ini.
“Aaauugghh” dia menjerit spontan ketika semprotan pertama menghantam dinding rahim dan vaginanya, tubuhnya ikut menegang dan sebelum denyutanku habis vaginanya ikutan berdenyut lemah, kami orgasme hampir bersamaan, saling memeluk erat, napas kami menderu seiring deru birahi kami. Aku langsung lunglai di atas tubuh dan pelukan Mbak Eliz, kurasakan detak jantungnya yang berpacu cepat. Kami berpelukan dan saling mendekap tanpa kata, seakan menikmati saat saat nikmat yang baru saja kami gapai.
“Udah dulu ya sayang, ntar suamimu tahu” kataku memecahkan keheningan, kuberanikan memanggil kata sayang, mengingat saat nikmat yang baru saja kami lalui.
“Thanks mas, ini the best sex I have ever had” katanya masih di pelukanku.
“Mas Hendra bukan satu satunya selain suamiku, aku memang beberapa kali selingkuh sama teman, tolong pegang rahasia ini ya Mas, tapi inilah yang terbaik dan punya Mas Hendra adalah yang terbesar yang pernah aku tahu selama ini, paling asik deh” katanya pelan tapi mengagetkanku. Sungguh beruntung laki laki yang telah menikmati tubuh sexy dan wajah cantik ini.
“Mas Surya tahu?” tanyaku sambil menutupi kekagetanku.
“Entahlah Mas, mungkin juga sudah tahu tapi dia belum memergoki secara langsung sih, mau Tanya juga nggak berani dia karena aku juga tahu dia sering selingkuh, bahkan sekali tertangkap basah”
Mbak Eliz terdiam sejenak.
“Kehidupan keluarga kami sih nggak ada masalah, selama masalah itu tidak dibawa ke rumah, dan kita juga nggak pernah mengungkit ungkit masalah itu, it just fun, selama ini kami happy-happy saja kok, nothing wrong with my family. Aku berkata sejujurnya bahwa inilah yang terbaik yang pernah aku alami, aku jadi pingin lagi lain waktu, terserah Mas Hendra apa dengan Mbak Lily atau Cuma kita berdua, aku sih oke oke saja, yang penting kita bisa menjaga keluarga kita masing masing” lanjutnya, dia menciumku, lalu turun dan berpakaian.
Kami lalu ke ruang tamu, kubuka tirai kamar pertanda kami sudah selesai, kolam renang terlihat sepi, dia membuatkan aku kopi lalu nonton TV bareng sambil menunggu kedatangan istriku dan suaminya yang entah sekarang dimana atau lagi ngapain. Sesekali kami berciuman dan kucuri remasan buah dadanya.
“Kamu belum memenuhi janjimu”, kataku asal.
“Yang mana?”
“Sebelum istriku keluar”
“Emang dia pernah melakukannya?
"Bukan pernah lagi tapi setiap kali kami selesai bercinta” jawabku, melihat keadaan masih aman, kutarik Mbak Eliz ke dapur, aku bersandar di dinding dan kulorotkan celanaku hingga lutut dan kuminta dia jongkok. Agak ragu sebentar tapi akhirnya dia menurut, kembali bibir dan lidahnya menyusuri kejantananku, tak lama kemudian penisku sudah keluar masuk bibir mungilnya, makin lama makin menegang dan membesar. Kupegang rambutnya dan kukocokkan penisku di mulutnya.
“Eeegghh..eehhmm, gila, tak muat mulutku Mas”
Penisku makin cepat keluar masuk mulutnya, tak lebih dari tiga menit kemudian kusemprotkan spermaku ke mulutnya, tak banyak memang, tapi aku sudah bisa merasakan orgasme di mulutnya. Dia berusaha menarik keluar, tapi kutahan kepalanya, dan tertelanlah spermaku itu, dia seperti mau muntah tapi tak kupedulikan, takkan kulepas sebelum aku yakin dia sudah menelannya, kuusap usapkan penisku yang sudah lemas itu ke mukanya, dia menikmatinya.
Kami kembali ke ruang tamu menunggu kedatangan mereka, sepuluh menit kemudian muncullah Mas Surya dari balik pintu, sendirian dan masih mengenakan celana dalamnya yang sudah agak kering, berarti cukup lama dia keluar dari kolam renang, dia terlihat agak terkejut melihat kami berdua di ruangan itu.
“Eh, kirain kalian ikut Tea Walk” sapanya agak kaku langsung masuk ke kamarnya. Aku dan Mbak Eliz saling berpandangan, dia kemudian menyusul suaminya ke kamar meninggalkan aku sendirian di ruang tamu.
Cukup lama aku sendirian menunggu istriku sebelum akhirnya dia datang menenteng pakaiannya, hanya berbalut handuk dan rambutnya basah, padahal dia sudah lama keluar dari kolam. Dia tersenyum dan langsung masuk kamar, kususul dan kutarik handuknya hingga terlepas, ternyata dia tidak mengenakan apa apa dibaliknya, kupeluk dan kudorong dia ke ranjang yang baru saja aku pakai bercinta dengan Mbak Eliz.
Sambil berpelukan dia mulai bercerita apa yang telah terjadi. Ternyata dia membohongi Mas Surya bahwa kami ikut Tea Walk dan di kolam renang tak hentinya Mas Sur memandangi tubuhnya, sering tertangkap basah matanya memandang nakal ke arah buah dadanya yang memang menonjol di balik kaos basahnya, bahkan tak jarang Mas Surya berusaha menggodanya tapi istriku pura pura tak tahu.

Comments

Popular posts from this blog

(Episode 11) Pesta di Akhir Pekan : Akhir Dari Akhir Pekan

“Hayu atuh kalo mau diterusin…” “Pindah aja yuk, jangan di sini” saran Asep sambil berdiri “Lho, kenapa emangnya?” “Yah, biar tenang aja hehe” Dinda akhirnya ikut berdiri menuruti saran Asep. Sebenarnya tujuan Asep biar yang lain tidak ada yang mengganggu mereka. Percuma dong sudah susah payah membuat Irma tepar dalam gelombang birahi kalau tiba-tiba ada yang lain ikut nimbrung. “Kita nyari kamar aja yuk” Asep memegang tangan Dinda dan mulai berjalan menjauhi yang lain “Di kamar atas aja yuk, kasurnya gede sama pemandangannya bagus” usul Dinda “Wah boleh juga tuh”

(Bonus Part 2) Pesta di Akhir Pekan

Bonus Chapter: Eksekusi Dinda (Part 2: Main Course) Dinda Fitriani Anjani kecil yang masih duduk di bangku SMP terbangun menjelang tengah malam. Tadi siang dia bekerja keras menjadi pagar ayu di pernikahan kakak perempuannya, dan juga membantu keluarganya di resepsi ala rumahan yang tanpa EO dan berlangsung sampai sore. Sehingga selepas maghrib Dinda tidur begitu saja setelah membersihkan make-up dan berganti baju. Terlewat makan malam, gadis cilik itu sekarang bangun dengan perut lapar.

Pertukaran dua sahabat

Aku irwansyah, salah seorang artis yang cukup terkenal di ibukota, beberapa judul film telah aku bintangi, aku bersahabat baik dengan raffi ahmad yang juga seorang artis popular di negeri ini, aku sudah menikah dengan zaskia sungkar namun rumah tangga kami belum di karunia anak, sedangkan sahabatku raffi ahmad juga telah menikah dengan nagita slavina dan telah memiliki seorang putra.