Skip to main content

[5] Bukan Endless Love

Diam itu Dimas

Diam itu emas.
Kalo gitu coba deh dipraktekin dirumah,
diem aja ga usah ngomong apa-apa, tar diliat waktu pup,
keluar emas kah?​



Final kejuaraan futsal antar kampus telah berakhir dua hari yang lalu. Hasilnya sangat, sangat, sangat mengecewakan. Team futsal kami dihajar telak oleh team juara bertahan, lawan kami, yang tidak lain adalah team futsal kampus Jokoli, kakakku (meski dia sama sekali tidak sempat turun untuk ikutan bermain). Dua gol untuk kami, dan tiga belas gol untuk mereka.

Dua berbanding tiga belas...


Skor yang sangat mencolok. Gila, edan, sinting, mereka bahkan sampai bisa menceploskan bola kedalam gawang kami hingga lebih dari selusin banyaknya. Sepuluh gol diantaranya didapat dari ace striker mereka, Verano Alexandr Raphelle. Pemain futsal ganteng yang banyak dielukan para penonton, pemain futsal ganteng sialan yang mencederai titit kesayanganku.


Huhuhu.. Bams Junior yang malang..


Tendangan kerasnya benar-benar cetar membahana menembus cakrawala dunia tepat mengenai Bams Junior. Untungnya, saat itu aku sedang mengenakan popok Pampers tebal ukuran besar yang memang biasa aku kenakan ketika harus menjalani pertandingan-pertandingan futsal penting. Sekedar berjaga-jaga jikalau Bams Junior ingin memuntahkan kreatifitasnya menjadi aliran air seni ditengah-tengah jalannya pertandingan.

Keberadaan popok itu sedikit mereduksi kekuatan tendangan Verano yang menerjang buas Bams Junior. Verano sialan, lain kali pasti aku membalasnya saat kita kembali bertemu didalam pertandingan futsal berikutnya. Nanti aku coba bertukar posisi menjadi seorang defender yang siap menghabisimu.


Aku melirik kebawah, kearah Bams Junior, menatap iba padanya. Titit kesayanganku itu kini berbalut perban. Miris, begitu menyayat hati melihat kondisinya yang memprihatinkan seperti ini. Butuh beberapa hari untuk membuatnya pulih kembali.


Untungnya tante Linda sangat memperhatikan kondisi Bams Junior.

Wajar, karena selama ini kepuasannya selalu bergantung kepadaku dan juga Bams Junior, setidaknya sampai suaminya, Pak Karmoto, kembali dari Madura nanti. Bagi tante Linda, keberadaan Bams Junior sangatlah penting. Tititku ini seakan menjadi properti paling berharga yang dia miliki. Disimpan rapi dalam celana dalamku, dibungkus dengan kertas kado cantik warna pink berhias pita merah.

Sip deh..


Tante Linda bahkan rela membiayai pengobatan Bams Junior ke klinik Tong Seng hingga sembuh. Iya, klinik itu, klinik mahal dan narsis itu. Salah satu klinik paling populer yang dikenal bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit melalui iklan komersialnya yang sungguh epic. Belum juga sembuh dari sakit tititku, mereka sudah memaksaku untuk syuting iklan demi menambah portofolio video komentar para pasien dengan berbagai penyakit yang tengah gencar mereka arsip. Bisa dikeluarkan sewaktu-waktu kala mereka ingin mengubah variasi iklan komersial yang baru.

Dulu, tititku sakit gara-gara terkena bola yang melaju sangat deras saat sedang bermain futsal. Setelah aku berobat ke klinik Tong Seng, sekarang aku tak punya titit lagi, terima kasih Tong Seng..


Lho?

Engga, engga seperti itu..


Ada hal lain yang mengganjal pikiranku sejak pertandingan final itu usai. Bukan hanya tentang kekalahan memalukan atas team juara bertahan, atau karena aku harus mengalami cedera titit seperti ini. Ada hal lain, ya, memang ada hal lain. Kali ini berhubungan dengan sahabat karibku, Dimas, Dimas Herdiono.

Selepas pertandingan itu dia terlihat lebih sering menghindariku. Entah kenapa, bahkan dia memilih untuk pindah kos, makin jauh, sangat jauh dari tempat kosku. Padahal sebelumnya kosan kami berada di kampung yang sama. Apa gara-gara aku bermain buruk saat itu? Atau gara-gara dia terlalu kecewa kalah di partai final seperti itu?

Entahlah..


= = = = =​

Malam ini cuaca di Surabaya terasa sangat dingin. Hujan, hujanlah penyebabnya. Sejak siang tadi kota pahlawan terus diguyur oleh deras air hujan yang disertai gemuruh teriakan para dewa petir. Memekakkan telinga, mengganggu aktifitas kami semua yang selalu bernaung dibawah awan. Awan mendung.

Menyalakan televisi atau barang elektronik lainnya jelas bukan merupakan pilihan bijak dalam situasi seperti ini. Aku tidak mau jika kesialanku sampai bertambah satu lagi dengan tersambit sambaran petir hingga gosong mirip display ikan patin bakar favoritku.


Slappp...

Gelap, mendadak kamar kosanku berubah menjadi gelap. Aku bisa memastikan bahwa mataku saat ini sama sekali tidak sedang memejam. Berarti memang saat ini lampu mati disini. PLN kurang ajar, selalu mematikan listrik seenak jidat.


Aku meringkuk dipojokan kamar. Diluar hujan, didalam gelap, lengkap. Ditambah lagi hari ini adalah hari libur nasional, tinggal tersisa aku sendiri dikosan, anak-anak yang rata-rata berasal dari kota lain lebih memilih pulang kampung. Aku memutuskan tidak pulang kerumah karena orang tuaku sedang berada di Malang, menghadiri resepsi pernikahan anak perempuan ayahku, sementara Jokoli berlibur ke Bromo bersama anggota team futsal kampusnya, merayakan kemenangan mereka sepertinya.


Gelap, masih sangat gelap, dan aku benar-benar bingung harus berbuat apa. Aku juga tidak mengingat adanya stok lilin disini. Aduh, aduh, gawat, bisa mati garing kebosanan kalau terus seperti ini. Selain itu ada hal lain yang cukup menggangguku. Cerita dari anak-anak tentang adanya hantu Joko Gantung disini, dikosan ini.

Konon, dulu ada penghuni kos disini yang bunuh diri gantung diri akibat terlalu lama berstatus sebagai perjaka. Mengerikan. Semoga arwahnya tidak menghampiriku, nanti aku kasih nocan dan pincan mantan TTM ku deh.


Dokk, dokkk, dokkkk...

Spontan, tubuhku langsung terjingkat, kaget mendengar ketokan pintu barusan. Siapa, siapa itu, jangan-jangan si Joko Gantung, jangan-jangan maling. Jangan-jangan orang jahat yang ingin menculikku untuk kemudian menjualku kepada sindikat perdagangan titit manusia. Atau jangan-jangan dia itu Chusnul Amiruddin yang ingin kembali bermain denganku.

Astaga, pikiranku benar-benar kacau.


Dokk, dokkk, dokkkk...

Dia kembali mengetuk, lebih kencang. Aku memberanikan diri untuk bangkit dari posisiku, memanfaatkan fasilitas sederhana flashlight dari hape bututku untuk membantu memberiku penerangan, kemudian mengambil sapu yang tergeletak tepat dibelakang pintu. Aku berjalan pelan-pelan, mengendap-endap menuju kearah pintu kamarku. Tangan kananku siaga membawa sapu, sementara tangan kiriku tetap menggenggam hape butut dengan fitur senter redup tahan banting itu. Hape yang aku dapat dari undian berhadiah saat aku mengikuti kegiatan jalan sehat Surabaya - Mojokerto tahun lalu.


Dokk, dokkk, dokkkk...

Orang ini, siapapun dia, bener-bener engga sabaran, annoying. Siapa sih? Aku baru tiba didepan pintu, membuka kuncinya, memegang kenop, bersiap membukanya, dan..


Krieettt, brakk...

" Auuuww!!!!! "


Pintu terbuka lebih dahulu sebelum aku selesai membukanya. Kencang, sangat kencang, menghantamku, lebih tepatnya menghantam keras dua bagian tubuhku yang paling terdepan, hidung, dan tititku.

" Aduh, aduhh.. " rintihku, aku merasa nyeri pada dua bagian itu, membuatku berjongkok tak berdaya sambil memegangi dan mengelus Bams Junior.

" E-eh, maaf, maaf... " orang itu meminta maaf kepadaku, suaranya terdengar lembut, " Aku eng-engga sengaja mas.. "


Suara seorang perempuan, suara yang aku kenal. Siapa? Mbak Kunti kah? Perasaan aku sama sekali belum sempat berkenalan dengan mbak Kunti dan makhluk sejenis itu lainnya.


Sosok itu berjongkok, dia mengenakan pakaian serba putih. Pakaiannya basah, sepertinya dia kehujanan, tubuhnya sedikit menggigil. Rambutnya yang panjang kuyup, sebagian poni menutupi parasnya. Paras yang aku kenal. Paras itu sangat cantik.

" Wanda? " ujarku, setelah memperhatikan lebih lanjut wajah cantik itu, " Eh bukan, Windi, iya, Windi kan? "

" I-iya mas.. " jawabnya pelan, bibirnya sedikit pucat, efek kedinginan aku rasa.


" Masuk.. " ajakku, dia menurutinya.

Aku segera menutup dan mengunci pintu. Memanfaatkan penerangan dari hape bututku untuk mengamati sosok itu, memastikan bahwa dia benar-benar Windi, bukan mbak Kunti ataupun Chusnul Amiruddin yang sedang menyamar. Dan syukurlah, ternyata memang benar dia ini benar-benar Windi.


" Maaf mas ganggu malem-malem gini.. " ujarnya, " Aku baru pulang praktek, kebetulan jalur ini deket banget dari jalur yang biasa aku lewati waktu pulang praktek, jalanan banjir, hujan makin deras, jadi aku pilih buat teduh disini sebentar.. "

Oke, penjelasan yang masuk akal. Tapi..


" Kok tau kalo aku ngekos disini Ndi? " tanyaku.

Iya, dari mana dia bisa tau tempat kosku? Bukankah kami hanya bertemu sekali, itupun dirumah sakit, bukan disini.


" Lupa ya kalo aku ini twinsnya si Wanda.. " ujar Windi sambil mendekap dirinya sendiri.

" Ah ya, pasti kalian punya perasaan yang sangat kuat ya, sampe bisa saling ngerti gini.. " aku mengambilkannya handuk bergambar logo klub kesayanganku, Southampton, dari dalam lemari, menyerahkannya pada Windi, " Keringin pake ini, biar ga kedinginan.. "

" Engga gitu juga kali mas, emangnya aku paranormal apa.. " Windi menerima handuk dariku, dia mulai mengusap-usap tubuhnya, pakaiannya yang basah membuat lekuk tubuhnya tercetak dengan jelas, " Wanda sering cerita tentang kamu, meski kami berpisah rumah, tapi masih sering saling kontak.. "

" Ohhh, gitu yah ternyata, hehehe.. " tawaku datar, aku masih tertegun menikmati tubuh sintal Windi, " Oya, bisa masuk angin nanti kalo basah-basahan gitu Ndi.. "

" Yahhh iya juga mas, trus gimana dooong? " Windi langsung manyun, " Kan gelap mas, mau mandi juga ga bisa wong gelap gini.. "

" Windi juga lagi ga bawa baju lain.. "


Oke, situasi yang buruk, tapi bisa menghadirkan sedikit keberuntungan untukku. Bams Junior sepakat, dia mulai menegak, memikirkan sesuatu yang enak-enak, yang mungkin sebentar lagi bisa didapatnya.


" Buka aja bajunya.. " tawarku, " Nanti bisa pake bajuku, seenggaknya biar ga masuk angin.. "

" E-eh, pake baju kamu mas? " Windi malah keheranan mendengar tawaranku, " Emang mas juga punya bra? Hihihi.. "

Windi mengikik, wajahnya makin terlihat cantik saat ini, meski aku hanya bisa melihatnya dalam gelap malam.


" Yaaa engga, kan gelap Ndi, ga masalah kalo ga pake.. "

Belum selesai berucap, Windi langsung melepas pengait, menurunkan zipper, kemudian memelorotkan celana panjang putihnya. Dia kini hanya memakai celana dalam pink tipis, samar aku melihatnya, namun tetap terlihat seksi.


" Iya-iya ngerti mas.. " ujarnya, " Ya udah, mana sini bajunya? Jangan malah ngeliatin aku kayak gitu mulu.. "

" E-eh, i-iya.. " aku kepergok, sialan, dia sendiri sih mendadak lepas celana kayak gitu.

Kini aku menuju kearah lemari, aku baru ingat ada satu baju unyu-unyu yang tersimpan didalam lemari pakaianku, mungkin baju itu bisa cocok untuknya. Kemeja kotak-kotak pink yang pernah dihadiahkan tante Linda untukku. Katanya aku terlihat makin macho jika mengenakan pakaian warna pink.

Ga masuk akal..


Setelah beberapa kali mencaari, akhirnya aku menemukannya. Aku menoleh kebelakang, bersiap memberikan kemeja itu untuk Windi, tapi sebuah pelukan hangat mendadak menyergapku. Aku bisa merasakan dingin tubuh itu, aku juga bisa merasakan tonjolan dua bongkah payudara ukuran besar yang menempel pada dadaku. Sejurus kemudian bibirku mendapat lumatan yang sangat menggairahkan.

" Emmhhh, Wi-Windi.. " bisikku, " Ma-mau apa? "

" Mau ngelanjutin yang tertunda tempo hari, waktu dirumah sakit, hihihi... "


Windi merangkulku dengan sangat erat, tubuhnya masih sedikit menggigil, tubuhnya masih sedikit basah, dia bertelanjang bulat. Harum parfum yang dikenakannya tercium dengan sangat jelas, dia pasti berdandan sebelum pulang dari rumah sakit tadi. Aku membelai rambut basahnya, menyibakkan poni yang menutup paras cantiknya. Windi memang memiliki wajah yang sama persis dengan Wanda, namun dia tampak lebih rajin merawat wajah dan tubuhnya. Terlihat dari wajahnya yang bebas jerawat, juga kulit tubuhnya yang lebih bersinar dibanding milik Wanda.


Bibir kami berdua masih saling memagut, saling menguas dengan lidah masing-masing, sesekali Windi menggigit bibirku pelan. Ciumannya lebih panas dibanding ciuman Wanda. Tangan Windi bergerilya kearah Bams Junior, mengelus-elusnya, kemudian meloloskan boxer Spongebob yang aku kenakan.


" Idiiihh ga pake celana dalam ya kalo lagi dirumah.. " ledek Windi, membuat Bams Junior tersipu malu, masih dalam posisinya yang menegak keras.


Windi mulai mengelus-elus Bams Junior, sesekali mengocoknya, sementara tanganku juga mulai aktif menjamah kedua payudara sekelnya.

" Emmmhhh... "


Puting Windi mengeras, ukurannya sedikit lebih besar dibanding puting Wanda, namun sama-sama termasuk kedalam golongan Putut, puting imut. Aku terus meremas-remas kedua payudaranya, Windi melenguh, sentuhannya pada Bams Junior makin intens, kocokannya makin cepat.


Pelukan kami semakin erat, tubuh kami mulai membasah, basah oleh sisa air hujan pada tubuh Windi, juga basah akibat peluh yang mulai keluar dari kelenjar keringat kami berdua. Kamar ini terasa makin panas. Wajar, karena memang tidak ada alat pendingin sama sekali. Kipas angin atau AC, semua akan menjadi useless tanpa listrik seperti ini.

Ketimbang semakin tersiksa akan panas dan gigitan nyamuk nakal, aku mulai mengarahkan Bams Junior kearah vagina Windi. Memasukkannya perlahan-lahan dalam kondisi kami berdua masih sama-sama berdiri.


" Emmhhh, pelan-pelan mas.. " pinta Windi, aku menurutinya, Bams Junior masih belum sembuh benar, aku masih bisa merasakan sedikit rasa nyeri disana.

Pelan, pelan, pelan, kepala Bams Junior sedikit demi sedikit menyelinap masuk kedalam celah sempit vagina Windi.


" Uuummmhhh.. "

Separuh tubuhnya sukses masuk kedalam sana, enak, terasa sangat enak. Vagina Windi lebih peret jika dibandingkan dengan punya Wanda. Aku mencabutnya, kemudian memasukkan kembali, mencabutnya, kemudian memasukkannya lagi, mendorongnya dalam-dalam, dan..


Crot.. Crott.. Crottt...


" Eh? " aku langsung melongo keheranan seketika setelah spermaku meluncur deras kedalam vagina sempit Windi.


Ada yang aneh. Iya, memang benar-benar ada yang aneh, aku bisa merasakannya. Sedetik, dua detik, tiga detik, aku terdiam. Bams Junior masih tenggelam didalam vagina Windi, mulai melemas, mulai mengerdil disana.

Apa ya? Apa yang terasa aneh?


Kondom? Iya, aku lupa memakai kondom. Engga masalah, aku yakin Windi bersih. Perempuan secantik Windi pasti bersih dari penyakit yang macam-macam. Dia tidak akan mengubah titit kesayanganku menjadi galak seperti raja singa. Pasti aman.


" Mas.. " ujar Windi pelan, dia menoleh kearahku, raut wajahnya tampak kecewa.

" I-iya? " jawabku, sambil masih berpikir keras mencari tau apa hal aneh yang aku rasakan saat ini.

Kenapa, kenapa Windi menunjukkan ekspresi yang sedemikian rupa. Apa dia menyesal telah bercinta denganku? Apa dia menyesal bercinta dengan orang yang juga pernah bercinta dengan saudari kembarnya?


" Ke-kenapa.. " Windi kembali berujar dengan wajah yang tampak kecewa, " Ke-kenapa Mas.. "

" Ke-kenapa apanya Ndiii? " tanyaku.

Gawat, rasanya ada sesuatu yang serius. Aku harus segera meminta maaf pada Windi. Eh, tunggu dulu, bukankah dia sendiri yang tiba-tiba mengecup bibirku. Dia yang mengawali pergumulan ini.


" Ummm.. "

" Kenapa mas baru dua kali sodok udah keluar sihhh?? " protes Windi, membuatku tersadar akan keanehan yang sejak tadi aku cari-cari.

" Jadi kentang deh... "


Iya, iya, itu. Kenapa? Ga biasanya Bams Junior muntah secepat ini. Biasanya dia cukup tangguh saat bertarung dengan vagina siapapun, vagina milik perempuan manapun. Tapi kali ini berbeda.


" Jangan-jangan mas ini masuk kedalem golongannya Edi Tansil ya? "

" Atau, jangan-jangan.. "

" Homo? "


= = = = =​

Awali harimu dengan berolahraga secara teratur, agar tubuhmu menjadi sehat dan kuat, sama seperti Panji Manusia Millenium atau Hiro Prisma, dua superhero dari Indonesia. Yah, petuah klasik dari ibuku itu masih selalu aku ingat hingga kini. Petuah yang membuatku selalu rajin berolahraga setiap pagi. Mulai dari sekedar lari-lari kecil, bersepeda, sampai bermain bola bersama anak-anak SD disekitaran kampung kosan.

Namun hari ini agak berbeda dengan biasanya. Aku tidak berolahraga diluar kamar kosku. Hari ini aku hanya berolahraga ringan didalam kamar sambil mendengarkan lagu-lagu lama favoritku. Dan track pertama yang aku putar melalui VCD tua pemberian ayahku adalah lagu klasik dari Band legendaris, Queen.


Tonight I'm gonna have myself a real good time.. Ini udah pagi bukan malam sih, tapi tetep harus jadi good time buatku. I feel alive and the world it's turning inside out. Yeah! Ouuu yeaaah, musik mulai berjalan, aku mulai berjoget pelan, iya pelan, pemanasan dulu.

I'm floating around in ecstasy.. Ekstasi? What the, aku sama sekali engga pernah konsumsi itu kok, suer, beneran. So don't stop me now don't stop me. Cause I'm having a good time having a good time.. Uuu.. Jogetanku kian padu dengan musik.

I'm a shooting star leaping through the skies. Like a tiger defying the laws of gravity. I'm a racing car passing by like Lady Godiva.. Tunggu, tunggu, Lady Godiva? Engga, engga, kini kami punya Lady Gaga, atau mau yang lokalan? Lady Chusnul Amiruddin? Huwekkk..

I'm gonna go go go. There's no stopping me.. Yappp, emang beneran engga ada yang bisa berhentiin jogetku sekarang. Tititku bergoyang kekanan, tititku bergoyang kekiri. Hari ini aku berjoget liar dikamar dengan seratus persen bertelanjang bulat. Memberikan tititku ruang gerak yang lapang.

I'm burning through the skies Yeah! Two hundred degrees. That's why they call me Mister Fahrenheit.. Engga, engga, bukan mister Fahreinheit, aku adalah mister Bams, lebih tepatnya Misterbamsukangentotincewekcantiksambilgoyangitik Cnangckalitralalatrililihiphiphoremopunkrocker.

Hehehe, kenapa malah mendadak alay?


Daripada menanyakan itu, mending kalian bertanya seperti ini, " Mas Bams yang ganteng, kenapa sih goyang-goyang sambil telanjang gitu? Bikin napsu aja cyinnn.. ", entah mengapa yang melintas dikepalaku dari pengucapan pertanyan itu malah si Chusnul Amiruddin sialan.

Anjiiir...


Oke, profesor perlendiran Bambang Lesus Soekawi siap menjawabnya.

Sebenarnya, joget-joget seperti ini tadi termasuk salah satu terapi yang disarankan oleh klinik Tong Seng untukku, disamping pengobatan herbal yang mereka berikan. Tujuannya jelas, agar bisa memulihkan kembali kemampuan Bams Junior yang telah menghilang pasca terkena sepakan keras saat pertandingan futsal beberapa hari lalu.


Aku harus cepat-cepat memulihkannya, aku tidak ingin kejadian kemarin malam terulang lagi. Kejadian yang membuat hubunganku dengan Windi menjadi buruk. Kejadian yang bisa mengancamku kehilangan gelar playboy kelas kecebong yang telah lama aku rintis dengan penuh pengorbanan, beserta para bidadariku yang kini terdaftar kedalam katalog koleksi TTM pribadiku.


Ngomong-ngomong soal teman tapi mesum, alias TTM, aku jadi teringat dengan Wanda. Beberapa hari ini dia mulai jarang menghubungiku. Entah apa penyebabnya. Padahal biasanya sedikit-sedikit teriakannya selalu terdengar dari hape butut milikku. Sekedar menyapa " Mbeeeng!!! Kangen.. ", memintaku menghampirinya " Mbeeeng!!! Cepetan kerumah!!! Mumpung sepi, cepet, cepet, lima menit kudu nyampe sini.. ", atau memberi perintah tegas seperti ini, " Mbeeeng!!! Ada diskonan bra!!! Anterin kesanaaa... "


Aku sedikit merasa kehilangan sosok itu, meski nyatanya kemarin aku baru saja bercinta kilat dengan saudari kembarnya. Tetap saja mereka adalah dua orang yang berbeda, Wanda dan Windi tidaklah sama. Sementara otakku mulai merindukan Wanda, tangan kanannku masih membantu Bams Junior untuk terus berolahraga.

Mulai dari push up, sit up, hingga squat jump. Semua dilakukan oleh Bams Junior dengan sangat bersemangat. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk kembali bekerja. Semangat yang patut diacungi jempol. Kini tinggal mencari hadiah untuknya.


" Wanda? Windi? Tante Linda? atau Chusnul Amiruddin? " tanyaku padanya.


Mendengar nama terakhir langsung membuat Bams Junior menyusut. Dia masih trauma ternyata. Aku tersenyum sendiri melihat reaksinya.

Konyol..


" Ummm, bagaimana dengan Chusnul yang satunya, Chusnul Alissia? " tanyaku lagi, memberikan tawaran terakhir, dan Bams Junior menjawabnya dengan menegak, memberi hormat pada sang tuannya.

Tapi dimana aku bisa menemukannya..


Satu jam berlalu, tubuhku mulai berkeringat, Bams Junior mulai kelelahan. Aku memutuskan untuk berhenti berolahraga, mengenakan kembali pakaianku, kemudian bergegas menuju kamar mandi kosan. Aku membulatkan tekat untuk menemui Wanda, mungkin saja bisa mendapat service gratis untuk Bams Junior darinya.


Setelah selesai mandi, berpakaian rapi, dan berdandan ganteng, aku memacu sepeda motor Honda Vario 125 baru milikku menuju rumah Wanda. Sepeda motor ini aku dapat dari sisa uang pengganti kecelakaan yang diberikan oleh penabrakku. Uang yang dititipkan kepada pihak rumah sakit darinya masih tersisa dua puluh lima juta rupiah lagi, kini semuanya tersimpan rapi dalam rekening pribadiku. Sementara motor lamaku yang rusak akibat tabrakan itu masih dipermak dalam bengkel mang Ojon, bengkel motor langgananku.

Siapa perempuan penabrakku itu? Kenapa dia meninggalkan begitu banyak uang untukku. Total yang diberikannya untukku bahkan mencapai angka lima puluh juta rupiah, fantastis. Mungkin aku harus menemuinya, mengembalikan sisa uang yang diberikannya, iya, harus. Tapi bagaimana caranya? Sementara dia sendiri meminta pihak rumah sakit untuk merahasiakan segala identitas dirinya dariku.


Aku baru saja tiba didepan rumah Wanda. Rumah Wanda tidak terlalu jauh dari tempat kosku. Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk mencapainya.

Sepi, tidak ada mobil garang Toyota Fortuner putih milik ayahanda Wanda. Sebagai gantinya, ada sebuah sepeda motor Honda Tiger yang parkir dihalaman luasnya. Sepeda motor yang terasa tidak asing lagi bagiku. Sepeda motor itu sudah sangat aku kenal. Bahkan beberapa kali juga aku pernah menungganginya.

Sepeda motor itu..

Sepeda motor itu milik..

Dimas..



Tinggal dua Chapter tersisa..

Gimana kelanjutan nasib Bembeng dan titit kesayangannya?
Gimana kisah mesum Bembeng dengan si kembar Wanda dan Windi?
Gimana juga usaha pencarian Bembeng akan keberadaan Chusnul Alissia?

Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Pertukaran dua sahabat

Aku irwansyah, salah seorang artis yang cukup terkenal di ibukota, beberapa judul film telah aku bintangi, aku bersahabat baik dengan raffi ahmad yang juga seorang artis popular di negeri ini, aku sudah menikah dengan zaskia sungkar namun rumah tangga kami belum di karunia anak, sedangkan sahabatku raffi ahmad juga telah menikah dengan nagita slavina dan telah memiliki seorang putra.

(Bonus Part 2) Pesta di Akhir Pekan

Bonus Chapter: Eksekusi Dinda (Part 2: Main Course) Dinda Fitriani Anjani kecil yang masih duduk di bangku SMP terbangun menjelang tengah malam. Tadi siang dia bekerja keras menjadi pagar ayu di pernikahan kakak perempuannya, dan juga membantu keluarganya di resepsi ala rumahan yang tanpa EO dan berlangsung sampai sore. Sehingga selepas maghrib Dinda tidur begitu saja setelah membersihkan make-up dan berganti baju. Terlewat makan malam, gadis cilik itu sekarang bangun dengan perut lapar.

(Episode 11) Pesta di Akhir Pekan : Akhir Dari Akhir Pekan

“Hayu atuh kalo mau diterusin…” “Pindah aja yuk, jangan di sini” saran Asep sambil berdiri “Lho, kenapa emangnya?” “Yah, biar tenang aja hehe” Dinda akhirnya ikut berdiri menuruti saran Asep. Sebenarnya tujuan Asep biar yang lain tidak ada yang mengganggu mereka. Percuma dong sudah susah payah membuat Irma tepar dalam gelombang birahi kalau tiba-tiba ada yang lain ikut nimbrung. “Kita nyari kamar aja yuk” Asep memegang tangan Dinda dan mulai berjalan menjauhi yang lain “Di kamar atas aja yuk, kasurnya gede sama pemandangannya bagus” usul Dinda “Wah boleh juga tuh”