Skip to main content

[2] Bukan Endless Love

Malinda Linda

Kenapa calon presiden Indonesia yang berinisial RI itu dulu selalu kontra
ama goyang ngebornya Inul Daratista?
Soalnya dia cuma bisa tiruin goyang patah-patah.
Update : sekarang malah udah jago goyang itik juga..​



Sebatang kopi sachetan, plus secangkir rokok Mild. Eh, kebalik ya? Oke, oke, bisa kita ulang lagi. Minggu pagi ini, cuaca di Surabaya masih sama seperti beberapa hari sebelumnya, panas. Tapi sama sekali enggak mengubah kebiasaanku di hari Minggu untuk tetap menikmati menu sarapan klasik. Secangkir kopi sachetan, plus sebatang rokok Mild.

Menu sarapan yang sama sekali engga sehat.


Semakin engga sehat kala didepan kosan beberapa ibu-ibu tampak ngerumpi kegirangan sambil happy shoping di lapak tukang sayur keliling, Pak Mahdi. Percayalah, ngerumpi dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, naik tensi, dan kerusakan telinga pada pendengarnya. Bahan obrolan mereka pun sangat beragam, mulai dari Anas Urbaningrum, sampai ke...

" Eh jeng, si cakep Andika nikah lagi cyinnn.. Gilakkk, itu udah pernikahan yang keempat dia loh.. "

" Hahhh, Andika yang cool abis itu? Mantan personil Kangen Band itu kan bu? "

" Iya dong jeng, emang mau yang mana lagi coba? "

" Yaaahh kali aja Andika suaminya Sussy Sulistiawaty itu.. "


" Ussy kaleee, bukan Sussy.. Dasar ibu-ibu jaman sekarang.. "


Selain obrolan ga jelas dari ibu-ibu tadi, kupingku semakin dibikin gerah gara-gara lagu-lagu dangdut yang diputerin oleh Tante Malinda dengan volume super kencang.

Tante Malinda ini adalah pemilik kosan khusus wanita di sebelah kosan yang aku tempati. Usia pastinya aku engga tau, karena aku bukan pencatat sensus penduduk. Satu yang pasti, dia ini udah masuk ke kepala empat. Meski demikian, keindahan tubuhnya tetap terjaga, wajahnya masih terlihat cantik, begitu pula dengan halus lembut kulitnya.

Pokoknya tante Malinda ini benar-benar High Quality Tante.


Hubungannya denganku terjaga cukup baik. Karena tante Malinda merupakan salah seorang sahabat karib ibuku. Hubungan persahabatan yang muncul saat keduanya masih sama-sama menjadi karyawati disalah satu bank swasta di Surabaya. Berarti sejak aku bayi pun tante Malinda sudah mengenalku. Salah satu hal yang tidak pernah bisa aku lupakan darinya adalah kata kata ini..

" Udah chubby, ganteng, putih, tititnya imut pula.. "

Man, dia orang pertama yang memuji tititku..


Aku melongokkan wajah ke rumah tante Malinda. Biasanya, saat dia memutar musik dangdut kencang-kencang seperti ini adalah saat-saat dia baru menyelesaikan kegiatan cuci-cuci pakaiannya. Dan biasanya lagi, saat itu dia pasti mengenakan pakaian yang lebih seksi dibanding kostum kesehariannya.

Glekkk..


Benar saja, kali ini tante Malinda mengenakan daster putih bermotif batik yang lumayan tipis, membuat bra dan celana dalam warna merah didalamnya bisa tampak jelas oleh setiap mata yang memandang. Kondisi itu pun makin disempurnakan oleh beberapa bagian daster yang basah plus pancaran sinar matahari yang menyorotnya.

" Se-seksi... "


Gerakannya saat menjemur pakaian sungguh sangat erotis. Dia menjemur sambil menggoyangkan pinggulnya kekanan dan kekiri sesuai dengan alunan irama lagu yang dia putar.

Cinta satu malam, Oh indahnya..
Cinta satu malam, Buatku melayang...
Walau satu malam akan selalu ku kenang, Dalam hidupku...


= = = = =​

Tiga puluh menit berlalu, ibu-ibu tukang rumpi tadi baru kembali ke kandang masing-masing. Pasti dari mulut mereka mulai mengeluarkan busa karena terlalu banyak berbicara tadi.

Tante Malinda telah selesai menjemur satu bak penuh sandang cuciannya. Beragam jenis pakaiannya kini mejeng dipelataran rumah kosannya. Mulai dari daster, kaos, kemeja, bra, hingga celana dalam aneka warna terpampang jelas diatas tiang jemuran. Kaset bajakan kompilasi lagu dangdut yang diputarnya pun baru berganti sisi dari side A ke side B. Dan aku..

Damn!!!


Apa yang aku lakuin? Hingga kini aku masih melongo memandangi tubuh molek tante Malinda..


Aku mulai tersadar dari hipnotis tubuh seksi tante Malinda yang sejak tadi menjeratku. Seketika itu juga aku segera merapikan meja depan kosan, membuang abu rokok yang memenuhi asbak, menyapu sedikit bagian bawah lantai yang sempat terkotori olehku, serta bersiap masuk kedalam dapur untuk mencuci cangkir yang kini hanya menyisakan ampas kopi.


Sik asik sik asik kenal dirimu..
Sik asik sik asik dekat denganmu..
Terasa di hati berbunga-bunga setiap bertemu..

Sik asik sik asik kenal dirimu..
Sik asik sik asik dekat denganmu..
Ah, aku berharap semoga kamulah..
Yang akan menjadi, jadi pacarku..


Ada yang aneh dengan alunan lagu itu, temponya mendadak berubah menjadi super lambat. Mungkin putaran kasetnya menjadi tidak normal lagi akibat terlalu sering digunakan oleh tante Malinda. Selang tak berapa lama suara itu menghilang. Berganti dengan suara teriakan tante Malinda yang memekakkan telingaku.

" Bembeeenggggg!!! " kepalanya mengintip dari celah pagar penghubung kosanku dengan rumahnya.


Bembeng atau lebih singkatnya Mbeng, adalah panggilan yang akrab denganku di kampung. Meski berkali-kali aku mendaklarasikan nama keren macam Bams, tetap saja nama itu sulit melekat pada diriku. Orang-orang terlalu gemar memanggilku dengan sebutan-sebutan konyol. Padahal wajahku sama sekali engga konyol, tampan malah. Kutukan yang diturunkan dari kakakku, Jokoli, sepertinya.

" E-eh, ke-kenapa tante? " jawabku, agak sedikit kaget dengan teriakannya barusan.

" Sini sebentar dong Mbeng.. " pintanya memelas, " Tape tante rusak ini.. "

" Tolongin dong benerin.. "

" Plisss... "


Seorang Bambang Lesus Soekawi yang gentle ini jelas sama sekali tidak bisa menolak request permintaan tolong dari para kaum hawa. Apalagi jika kaum hawa itu tadi memiliki tubuh seksi dan wajah cantik seperti yang ada dalam diri tante Malinda.

" Iyaaa tante.. " dengan patuh aku segera bergegas menuju kerumahnya, berharap bisa sesekali mendapat pemandangan indah dari tubuh perempuan yang telah dikaruniai dua orang anak itu.


Tante Malinda masih mengenakan daster yang sama dengan tadi. Bra dan celana dalam yang tadi terlihat samar dari kejauhan kini terlihat makin jelas saat aku telah tiba didalam rumahnya. Sisi basah disana begitu menggoda. Mau tidak mau pemandangan istimewa ini perlahan tapi pasti mulai membangkitkan Bams Junior dari tidurnya. Sedangkan aku sendiri hanya mengenakan kaos warna hitam dan celana pendek warna serupa.


Aku mulai memeriksa tape tante Malinda. Dan karena sama sekali engga memiliki keahlian khusus dibidang elektronika, maka aku hanya berusaha melepas jeratan pita kaset yang kusut didalam tape untuk kemudian digulung rapi kembali.

" Rusaknya kenapa Mbeng? " tanya tante Malinda, " Bisa kamu benerin kan? "

" Ini putarannya berubah jadi agak lelet tante.. " jelasku, " Keseringan dipake sih.. Aku ga bisa benerin, cuma balikin kasetnya ini aja.. "

" Yahhh kok gitu.. "

" Iya emang gitu, bawa ke servis aja tante.. "


Selama proses servis kaset yang aku berikan, tante Malinda berceloteh panjang lebar tentang banyak hal. Mulai dari masa kecilku yang konyol, sampai kisah betapa setianya sang suami, Pak Karmoto.

Sedikit tentang Pak Karmoto. Nama lengapnya adalah Karmoto Suherman, nama yang aneh kan. Iya, jelas nama yang aneh. Sama anehnya dengan sang pemilik nama. Pria berusia setengah abad itu bertubuh pendek, hanya 155 cm, jauh dibawah tubuh sintal tante Malinda yang setinggi 165 cm. Perawakannya tambun mirip Doraemon, wajah culun ala Nobita, serta bibir monyong khas Suneo. Lengkap.


Sampai detik ini aku masih engga habis pikir kenapa tante Malinda yang cantik dan seksi ini memilih seorang Karmoto Suherman sebagai pendamping hidupnya.

" Dulu aku dijodohin ama dia Mbeng.. " ujarnya lirih, mendadak tampak lesu dan putus asa. Ekspresi galau tingkat akut.

Oke, ternyata akibat perjodohan.


Aku langsung terkekeh mendengar jawabannya.

" Yeee, malah ketawa.. Hihihi.. " tante Malinda ikut tertawa.

" Lho, kok sepi tante rumahnya sekarang? " tanyaku setelah menyadari betapa heningnya suasana didalam rumah tante Malinda.

" Iya, Papi (panggilan sayangnya pada Pak Karmoto) masih ke Madura mengurusi ternak sapi nya.. " jawabnya, " Lisa (anak sulungnya) kan kuliah di Bandung, dia kos disana, Aldo (anaknya yang lain) kerumah neneknya, nanti siangan aku jemput, anak-anak kos pada pulang, biasanya nanti sore baru pada balik.. "

Wah, benar-benar ga ada orang selain tante Malinda ternyata..


" Eh, kata mama, tante pernah ngatain tititku imut ya, dulu.. " ujarku coba memancing pembicaraan kearah yang lebih vulgar.

" Hahahaha... " tante Malinda tertawa lepas, " Iya, emang imut, tapi dulu kan, waktu kamu masih baby.. Ga tau deh sekarang, pasti jadi amit-amit.. "

" Yeee, tetep imut kok.. " aku langsung membela Bams Junior

" Mana sini tante lihat? " tantangnya.

" Idih tante, nanti aku bilangin mama loh.. " kali ini aku berlagak sok jual mahal, berusaha menaikkan harga jual sang Bams Junior di bursa semprot perlendiran.


Ga salah deh kalo tante Malinda ini sering disebut sebagai tante paling binal di kampung oleh para remaja disini.


= = = = =​

" Wah, kamu ini jago juga ya benerin kaset yang mbulet kayak gini.. " gumam tante Malinda sambil menatap takjub padaku akan bagaimana hasil ketelatenanku menggulung pita kaset bajakan yang baru saja kusut tidak karuan itu. Kini semuanya telah kembali seperti semula, meski aku yakin kaset itu tetap tidak akan berfungsi normal seperti biasanya.

" Benar-benar berbakat kamu Mbeng.. "

Dafuq..


Keahlian ini aku dapatkan dari kegemaranku mengoleksi kaset-kaset lagu jaman jadul sejak aku masih berada di bangku Sekolah Dasar. Mulai dari yang lokal macem Base Jam, Jikustik, Sheila On Seven, atau Padi, sampai boyband manca semodel Westlife, Five, Backstreet Boys, atau Blue.

" Tante hari ini keliatan makin seksi deh.. " gumamku, sedikit menggombal untuk menggoda tante Malinda memanfaatkan segala faktor yang sangat mendukung.

" Iiihhhhh, anak ini mulai bisa ngegombal yahhh.. " sahut tante Malinda dengan nada manja, dia melancarkan cubitan genit kearah pinggangku. Sungguh menyiksa karena cubitannya lumayan sakit. Lebih sakit dibanding cubitan Wanda.

" Aduh, aduh, sakiiit tanteeeee... " rengekku seraya mengambrukkan tubuhku berguling kekanan, namun tante Malinda masih engga mau kalah terus mencubitiku.


Pada serangannya yang kesekian kali, dengan sigap aku sukses menangkap tangan lembut itu, kemudian menariknya kearahku. Keseimbangan tante Malinda hilang, membuatnya terjatuh menimpaku. Aku langsung buru-buru memeluknya erat. Merasakan betapa sintalnya tubuhnya.

" Wekkk, tante kena... " kataku sok lugu. Herannya, tante Malinda sama sekali engga berontak mendapat pelukan seperti ini dariku.


Tanpa tendeng aling-aling, tante Malinda mengecup bibirku. Matanya memejam, dia terus memagut bibirku yang masih terdiam. Sedetik, dua detik, tiga detik kemudian aku mulai membalasnya. Bibir kami kini saling menempel erat, sesuatu yang tidak aku duga akan terjadi. Sesekali kuasan lidah kami menambah nikmat ciuman ini. Tapi aku merasakan ada yang salah dengan hal ini, aku segera melepas dekapan bibir tante Malinda.

" Uhhh... Eh, ke-kenapa Mbeng? " tanyanya, " Ga mau ya, ma-maafin tante Mbeng, tante tiba-tiba pingin gituan.. Gara-gara papi keseringan ngurusin sapi di Madura seh.. Ja-jangan bilang ke siapa-siapa ya.. "

" Haisshhh, ternyata Pak Karmoto lebih doyan sapi ketimbang istrinya yang bohay ini, kasian kan akhirnya jadi jablay.. "


Aku tersenyum mendengarnya, " Bukan gitu tante, kita ini masih ada di ruang tamu, pindah kekamar yuk.. " ajakku.

Tante Malinda melangkah kearah pintu utama rumahnya, menutup kemudian menguncinya. Dia kemudian mengajakku masuk kedalam salah satu kamar kos dalam rumahnya yang berada paling dekat dengan pintu.


Dengan segera aku langsung mencumbui leher tante Malinda didalam kamar itu, merasakan aroma harum tubuhnya bercampur dengan wangi yang berasal dari kegiatan mencucinya tadi. Aku terus mengecup dan menjilati kulit putih bersih tante Malinda. Dia memelukku erat, kemudian membisikkan..

" Mbeng, tante ini belum mandi tau.. "


Hahhh? Belum mandi tapi sama sekali tidak ada bau aneh dari badannya, jangan-jangan perempuan ini tiap hari makan dan minumannya selalu dicampur dengan parfum...


Aku tidak memperdulikannya. Sepasang payudara kenyal mliknya kini mulai aku buai, mulai aku usap, dan mulai aku remas. Daster dan bra yang dikenakannya pastilah sangat tipis karena kenyal payudara itu begitu benar-benar terasa. Aku terus menyerangnya, dalam hal memainkan payudara seorang perempuan, aku sangatlah berpengalaman.

Engga boleh lama-lama, inget ini hari minggu, tetangga sekitar pasti banyak yang ada dirumah..


Tanganku kini memangkat daster pendek yang dikenakan tante Malinda hingga aku dapat menemukan ujungnya. Meski dengan perasaan meragu, aku mulai memberanikan diri untuk menyingkapnya, membuat daster putih tipis itu meninggalkan sang pemilik. Tante Malinda membiarkannya, membiarkanku melucuti satu persatu pakaiannya, setelah daster, bra yang dikenakannya aku buka. Kini hanya tersisa celana dalam mini bergambar angry birds menutup tubuhnya.

" Astaga Mbeng!!! " jeritnya histeris, " Kenapa bajuku kamu lepas semua!!!??? "


Aku tidak perduli lagi dengan segala perkatannya. Dengan secepat kilat ala gerakan superhero Flash, aku melancarkan serangan-serangan berikutnya kearah payudara dan bibirnya secara bertubi-tubi. Ciuman, juga remasan-remasan dengan gerakan memutar. Payudara itu sungguh indah, sangat kencang untuk ukuran milik seorang yang telah berusia kepala empat. Putingnya mungil berwarna cokelat muda dengan areola yang kecil. Pinggang tante Malinda masih sangat ramping, efek rajinnya dia berolahraga pasti, terima kasih kepada fitnes center Tong Seng yang berada dimulut gang kampung ini.

" Mmmmhhh.. " tante Malinda berhenti protes, dia malah membalas dengan girang cumbuan dariku.

" Mbeeeng, jangan nakal.. Mmmhhhhh... " ujarnya lirih, tapi masih berpasrah diri membiarkanku menguasai dirinya.

" Tante seksiii banget sih.. " balasku, " Lebih seksi lagi kalo celana dalamnya dilepas deh.. "

" Lepasin... " jawabnya, tersenyum nakal, benar-benar tante yang binal.


Dengan cepat aku berjongkok, kemudian memelorotkan satu-satunya penutup liang senggama milik tante Malinda. It's all gone in 6 seconds. Tante Malinda kini sudah bertelanjang bulat didepanku, vagina chubby itu mengerling menggoda Bams Junior untuk segera menusuknya. Vagina yang berhias jembie dengan style mohawk.

Oke, tinggal tambahin tindik maka lengkaplah sudah vagina berstyle ladies punk disana..

" Waaahhh... Indah banget tante... " pujiku setelah menyaksikan pemandangan penyejuk mata yang kini tersaji dihadapanku.


Aku segera kembali bangkit dari jongkokku. Maklum, berlama-lama jongkok akan membuat kakiku kesemutan. Sepasang bongkahan payudara tante Malinda dengan lembut langsung aku sasar. Aku meremasnya setelaten mungkin, memilin-milin putingnya, sementara Bams Junior yang masih terjebak dalam celana aku gesek-gesekkan kearah vaginanya.

Bibirku memagut bibirnya dengan penuh nafsu. Tante Malinda mampu mengimbangiku, pasti pengalaman seksnya saat muda dulu sungguh bejibun. Ditambah berbagai jurus belaianku pada bongkah payudaranya, memberi sensasi tersendiri dalam tubuhnya. Istri Pak Karmoto ini terus mendesah, makin memancingku untuk melakukan berbagai hal yang lebih lagi.

" Emmhhhhh... "


Nafsu syahwat terus menguasai kami berdua. Peluh mulai membasahi tubuh telanjang tante Malinda. Terlihat jelas dia benar-benar menikmati ini semua, membuatnya seakan terombang-ambing dalam lautan kenikmatan duniawi. Tanganku masih saja betah bergerilya dihamparan dua bukit kenyal milik tante Malinda. Sementara tangannya mulai berani membelai Bams Junior. Dalam beberapa gerakan, seluruh penutup bagian bawah tubuhku mendadak hilang. Lagi-lagi, semuanya gone in few seconds. Bahkan aku sama sekali tidak menyadarinya.


Bams Junior akhirnya terbebas dari sarangnya. Andai bisa, dia pasti langsung bersorak kegirangan, berteriak, " Horeee, i'm freeeee... "

" Tuh kan udah ga imut lagi tititnya.. " ujar tante Malinda kecewa, " Jadi gede gini sih.. "


Batang kemaluanku itu mengacung tegak, kokoh seperti Ultraman, membuat tante Malinda terpana menatapnya, meski dia juga kecewa karena tititku udah engga seimut dulu.

Bodo amat, mau imut-imut atau amit-amit asal bisa menghasilkan..


Dia berganti posisi berjongkok, memberi satu ciuman perkenalan kepada Bams Junior, kemudian mengulumnya, menjilatinya, sesekali juga mengocoknya. Senang diperlakukan seperti itu, Bams Junior makin menjulang, kini dia siap menantang siapa saja, termasuk sang vagina ladies punk milik tante Malinda.

Tidak tahan menerima gelombang kenikmatan saat diperlakukan seperti ini, aku menarik lembut tubuh tante Malinda untuk kembali berdiri berhadapan denganku, aku membimbingnya untuk menuju kearah ranjang. Menidurkannya disana. Kemudian membantu mengatur posisi kaki tante Malinda sedemikian rupa hingga menyerupai gaya kodok. Membuat vaginanya kini terekspos dengan sangat jelas. Tanpa sensor sedikitpun.


Aku menenggelamkan wajahku pada kemaluan tante Malinda. Vaginanya beraroma harum, aroma khas wanita yang rajin merawat bagian sensitifnya, bercampur dengan wewangian deterjen. Yah, pasti akibat aktifitas cuci-cuci nya tadi. Baru beberapa detik menjilati vaginanya, tiba-tiba aku teringat perkataan tante Malinda yang tadi sempat dilontarkannya..

" Mbeng, tante ini belum mandi tau.. "

Membuatku membatalkan niatan untuk bermain lebih lama disana, bukan karena jijik, karena memang vagina tante Malinda tidak berbau aneh. Hanya sedikit lebih menjaga kebersihan pada apa yang menyentuh mulutku. Menghindarkan diriku terkena sariawan, penyakit yang sangat sering menyapaku beberapa hari terakhir.

Emang ngaruh ya?


Waktu terus berjalan, engga baik jika aku berlama-lama disini. Tubuh telanjang tante Malinda basah oleh peluh. Wajahnya terlihat makin binal, rambut lurus panjangnya yang berwarna sedikit kemerahan dibiarkan terurai. Godaan ini harus segera aku akhiri, perlahan aku mengambil posisi, mencari komposisi paling pas untuk menempatkan batang kemaluanku kedalam vaginanya.

" E-eh, Mbeng, mau ngap-ngapain? " tante Malinda gelagapan mengetahui aku sudah berancang-ancang untuk melakukan penetrasi terakhir dalam hubungan sex kali ini.

" Mau itu dooong tantee.. "


Dengan perlahan aku memajukan pinggulku, membuat kepala Bams Junior kini menempel pada bibir vagina tante Malinda. Dengan sekali dorongan, batang kemaluanku sukses masuk menembus celah lipatan bibir sang ladies punk. Terasa begitu mudah, karena sejak tadi vagina tante Malinda memang sudah becek, usianya yang telah mencapai kepala empat juga turut mempengaruhi lebar pintu selamat datang itu.

" Aakkkhhhhh!!!!! " rintih tante Malinda merasakan sentuhan pertama Bams Junior dalam vaginanya, " Titit kamu itu ge-gede bangeeettt Mbeng... "

" Iya dong tante, tiap hari kan minum susu.. " ujarku bangga.


Bams Junior memang dapat mudah masuk kedalam vagina tante Malinda. Namun begitu seluruh tubuh batang kemaluan itu telah berada didalamnya, ada sensasi berbeda yang sangat luar biasa. Dinding-dinding dalam vagina tante Malinda menjepit Bams Junior erat-erat, seakan ada switch control yang mampu mengubah status vagina tante Malinda dari longgar, menjadi peret.

Serius..

" Mmmhhhhh, enakkk tante.. "


Aku mulai menggoyang-goyangkan pinggulku, bergerak maju-mundur untuk terus menggoyang Bams Junior yang kini terbenam dalam vagina tante Malinda. Gerakan perlahan, namun berirama, semakin lama semakin kencang pula gerakannya.

" Uhhhhh.... Ahhh.. Ahhhhh.... " erang tante Malinda, menikmati setiap gerakan batang kemaluanku.

Tubuh ibu kandung Lisa dan Aldo menggelinjang dahsyat, dia mulai ikut mendorong-dorong vaginanya maju mundur selaras dengan irama goyangan pinggulku. Aku terus menyerangnya, tante Malinda berkelonjotan makin hebat. Gesekan demi gesekan menimbulkan rasa nikmat yang terus menjalar dalam diri kami berdua.


Tidak ingin menyia-nyiakan aset tubuh tante Malinda lainnya yang menganggur, aku mulai kembali memainkan payudaranya. Mengenyot dan mengulum puting mungil ditengahnya, serta meremas-remas lembut dua payudara kenyal ukuran besar itu. Sebagai hadiah atas usahaku, tante Malinda mendekap tubuhku, memelukku erat-erat.

" Ooouhhh!!! En-enak Mbeng, enak... "


Selisih usia kami saat ini adalah dua puluh empat tahun. Jauh, sangat jauh. Tidak seharusnya aku melakukan persetubuhan ini. Apa boleh buat, nafsu memang selalu mengalahkan segalanya. Termasuk akal sehat kami berdua.

" Oooohhhh... Ahhh, ahhh, ahhhhh... " tante Malinda melenguh manja, merasakan kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh Bams Junior. Payudaranya bergoyang beriringan, mirip jelly dalam mangkuk yang diguncang-guncang oleh anak kecil penggemarnya.


Sepuluh menit lebih berlalu, aku masih menggarap tubuh tante Malinda. Kami berdua benar-benar dimabukkan oleh nikmat persetubuhan pertama kami ini. Ini pertama kalinya aku bersetubuh dengan sosok perempuan yang berusia jauh diatasku. Rasanya benar-benar beda. Mata tante Malinda tampak sayu menggoda, sesekali bibirnya mengeluarkan ceracauan yang makin meningkatkan gairahku padanya.

" Vagina punya tante ini, bener-bener ennnaaaaakkk... Perreeett bangettt tante... " aku menyahut sambil merem-melek merasakan dahsyat kenikmatan yang mendera Bams Junior.

Vagina ini, basah, tapi bener-bener kesat. Pasti dirawatnya dengan sangat ekstra.


Aku terus memompa vagina tante Malinda dengan semangat. Sama seperti semangat yang diusung menpora baru Indonesia untuk menyelesaikan kisruh di tubuh PSSI saat ini. Vagina tante Malinda sungguh legit. Bahkan benar-benar tidak kalah dengan jajanan lapis legit yang nikmat itu.

" Emmmhhhhh!!! Uuhhh!!! Aaahh!!! Ahhh!!!! " tante Malinda terus mengicau. Lebih cerewet dibanding burung beo peliharaan bokapnya Wanda.


Tiba-tiba tubuh tante Malinda menggelinjang kian heboh. Kehebohan yang bisa disetarakan dengan gaya gangnam yang sedang populer itu. Kedua batang kakinya yang mulus menjepit pinggangku erat-erat, pasti sedikit lagi dia sukses mendaki puncak orgasmenya.

" Aaaaahhh!!!!! Ooohhhhh!!! " tante Malinda menjerit keras, terus mendekati mencapai titik ujung kenikmatan yang sejak tadi terus-menerus menghujam dirinya. Sebentar lagi permainan ini usai.


Yah, sebentar lagi..


Aku mempercepat gerakan tititku didalam vagina tante Malinda. Desakan serangan para Bams Junior kian menggila, hingga akhirnya defender terakhir dalam formasi 4-2-3-1 yang aku terapkan sukses dilewatinya. Kini salah seorang diantara mereka tinggal berhadapan one-by-one dengan sang penjaga gawang. Dengan sebuah sontekan keras akhirnya..

Crot.. Crot... Crott....

" Aaaaahhhhhhh... " erang tante Malinda.

Tubuhnya menggelepar, dia mendekap tubuhku erat-erat. Tititku baru saja menyemburkan sperma didalam vaginanya, rasanya semuanya terjadi secara bebarengan. Orgasme kami berdua.


Aku merobohkan diri, ambruk menindih tubuh sintal tante Malinda yang masih basah oleh keringat. Dia terlihat makin seksi menggoda saat ini. Merasa lelah, aku bergeser kesamping tubuhnya, tidur terlentang bersebelahan dengannya sambil mengatur napas sejenak sebelum pulang kembali ke kosan. Sementara itu tante Malinda tersenyum puas atas rentetan orgasme yang didapatnya dariku. Senyum yang sangat manis untuk seorang yang seumuran dengan ibuku sendiri. Ibuku jelas sangat cantik, namun tante Malinda masih lebih cantik dibanding dengan beliau.

" Tadi aku keluarin didalem.. " kataku polos, " Gapapa nih tante? "

" Gapapa Mbeng.. Tenang aja, bukan masa-masa subur, lagian umur segini emang masih bisa punya anak lagi? " balas tante Malinda sembari tertawa kecil, sama polosnya.

" Bisa tante, bisa.. " batinku.

" Hebat kamu Mbeng.. " ucapnya lagi, dia mengambil tissue dari meja disamping kasur untuk membersihkan bagian luar vaginanya yang masih belepotan oleh spermaku.

" Tante juga hebat.. Enak banget.. " pujiku, pujian jujur kok, " Bener-bener enak tante, pantesan Pak Karmoto begitu setia ama tante, hehehe... "


Mendadak raut wajah tante Malinda berubah menunjukkan palm face.

" Jadi kalo ngentotnya ga enak langsung ga setia gitu.. " ujarnya.

" Eh, ya ga tau tante.. Liat-liat cowoknya dulu dong kayak gimana.. "

" Ooo, gitu.. Kalo kamu gimana hayo? "

" Kalo Bams sih orangnya setia tante.. "

" Setiap tikungan ada.. " ledeknya.

" Yeee, beneran setia kok tante Malinda sayang.. " aku mentowel hidung mungilnya, dia membalas menarik-narik titit imutku.

" Aduhhh, jangan dipanggil tante Malinda, cukup tante Linda aja Mbeng.. " sahutnya sambil sedikit melotot, " Biar lebih enak didenger.. Hihihi.. "


Oke, mulai saat ini jangan tulis dia pake nama tante Malinda ya, pak Penulis. Cukup tulis pake nama tante Linda saja. Cuman beda dua huruf doang sih sebenernya, engga seberapa ngaruh juga.

" Hehehehe... " aku tertawa geli melihat mimik wajah konyol tante Linda, " Iya, iya, tanteku sayang.. "

" Yaudah, aku pulang dulu yah tante.. " aku mengecup keningnya sebagai tanda perpisahan kami hari ini.


Aku berdiri, beranjak dari tempat tidur. Bersiap segera meninggalkan kamar tante Linda yang super bohay ini dengan wajah ceria. Gimana engga ceria kalo bisa ngedapetin jackpot di pagi hari cerah seperti ini. Perlahan aku melangkah menuju kearah pintu dengan langkah tegap. Menandakan kemenanganku. Menandakan kesuksesanku meniduri istri Pak Karmoto.

Pak Karmoto yang songong dan menyebalkan.

Akhirnya..

Benar-benar sensasi berbeda saat bisa melakukannya dengan tante Linda. Dengan sahabat ibuku.


" Mbeng, tunggu!!! " teriak tante Linda, membuatku terjingkat saking kagetnya.

" Aduh, kenapa tante? Bikin kaget aja.. " aku berhenti dengan posisi tangan kanan sudah menggenggam knop pintu kamar tante Linda. Sedikit lagi aku membuka pintu itu.

" Kamu itu bego atau gimana sih... " ujar tante Linda manja sambil sedikit manyun dan merengut.

Jangan-jangan dia mau nambah? Aduh bisa gawat kalo kelamaan disini..

" E-eh, ke-kenapa tante? " aku makin kebingungan dibuatnya.


" Kalo mau pulang itu.. Pake celana dulu tau.. " jawabnya.

" Masa tititnya dibiarin ngegantung kayak gitu.. " dia menambahkan sambil sedikit terkikik.

Sial!!! Sampe lupa pake celana kayak gini..



Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Pertukaran dua sahabat

Aku irwansyah, salah seorang artis yang cukup terkenal di ibukota, beberapa judul film telah aku bintangi, aku bersahabat baik dengan raffi ahmad yang juga seorang artis popular di negeri ini, aku sudah menikah dengan zaskia sungkar namun rumah tangga kami belum di karunia anak, sedangkan sahabatku raffi ahmad juga telah menikah dengan nagita slavina dan telah memiliki seorang putra.

(Bonus Part 2) Pesta di Akhir Pekan

Bonus Chapter: Eksekusi Dinda (Part 2: Main Course) Dinda Fitriani Anjani kecil yang masih duduk di bangku SMP terbangun menjelang tengah malam. Tadi siang dia bekerja keras menjadi pagar ayu di pernikahan kakak perempuannya, dan juga membantu keluarganya di resepsi ala rumahan yang tanpa EO dan berlangsung sampai sore. Sehingga selepas maghrib Dinda tidur begitu saja setelah membersihkan make-up dan berganti baju. Terlewat makan malam, gadis cilik itu sekarang bangun dengan perut lapar.

(Episode 11) Pesta di Akhir Pekan : Akhir Dari Akhir Pekan

“Hayu atuh kalo mau diterusin…” “Pindah aja yuk, jangan di sini” saran Asep sambil berdiri “Lho, kenapa emangnya?” “Yah, biar tenang aja hehe” Dinda akhirnya ikut berdiri menuruti saran Asep. Sebenarnya tujuan Asep biar yang lain tidak ada yang mengganggu mereka. Percuma dong sudah susah payah membuat Irma tepar dalam gelombang birahi kalau tiba-tiba ada yang lain ikut nimbrung. “Kita nyari kamar aja yuk” Asep memegang tangan Dinda dan mulai berjalan menjauhi yang lain “Di kamar atas aja yuk, kasurnya gede sama pemandangannya bagus” usul Dinda “Wah boleh juga tuh”