Skip to main content

[3] Bukan Endless Love

Code Name : Chusnul

Namanya siapa mbak?
Dan dia ngejawab dengan manisnya,
" Noel "
Keren? Engga, lha nama aslinya sebenernya cuma Chusnul kok..​



Seminggu telah berlalu pasca kejadian mesum mengesankan yang sama sekali engga terduga dengan tante Malinda, eh ups tante Linda maksudnya, hidupku benar-benar makin penuh warna. Gimana engga makin penuh warna, saat ini ada tiga cewe cantik yang selalu mengusik diriku.


Mulai dari tante Linda, dia selalu mengusik tititku karena tingkat kejablayannya yang kian membuncah akibat sering ditinggal sang suami, Pak Karmoto, mengurusi bisnis ternak sapi nya di Madura.

Kemudian seorang teman masa kecil bernama Chusnul Alissia yang terus mengusik pikiranku atas janji pernikahan yang dulu pernah aku ikrarkan padanya, sedangkan keberadaannya sendiri sama sekali engga aku ketahui sampai detik ini. Bahkan tidak ada sedikitpun clue untuk itu.

Dan yang terakhir...


" Mbeeeng saaayang, gimana bra yang ini? " ujar wanita yang sejak kemarin malam menghabiskan jatah libur kuliahnya untuk berbulan madu bersamaku dikamar kosan sempit ini, " Bagus gaaa? "

Dia hanya mengenakan bra dan celana dalam saat ini, bra kesepuluh yang dicobanya. Hasil berburu diskon bra di Mall pada Surabaya Nite Shopping semalam. Meski berstatus sebagai barang diskon, tetap saja harga bra-bra itu tergolong fantastis. Aku masih mengingat jelas kata-katanya,


" Kyaaa, Mbeng saaayang... Bra ini muraaah bangeeet, dua ratus lima puluh ribu rupiah udah dapet lima.. Aku mau, aku mau, aku mau, beliin sepuluh ya saaayang... "


Lima ratus ribu harus melayang demi sepuluh bra untuk seseorang yang berstatus sebagai TTM, Teman Tapi Mesum, ku itu. Berarti sebulan penuh kedepan aku harus benar-benar berhemat. Makan seadanya, cukup sehari sekali, itu pun hanya mengkonsumsi nasi putih dengan lauk krupuk dan kecap.

Oke, rasanya aku harus mulai mencari pekerjaan sampingan.


" Yaaah, kok ga dijawab sih.. " protes Wanda membuyarkan lamunanku, dia cemberut, membuatnya makin terlihat lebih cantik menggemaskan.

" Iya, iya, bagus kok.. " balasku dengan semangat, sambil memberikannya dua jempol, membuatku kali ini menjadi sangat mirip dengan pengamat kualitas bra yang telah malang melintang dalam dunia per-underwear-an.


Mahasiswi yang setingkat lebih senior dariku dikampus, Wanda Adelia, dia kini sukses kudapatkan. Baik secara lahir, maupun batin. Perempuan itu sungguh cantik, beruntunglah aku sukses mendapat perhatian dan service ekstra darinya.

Meski tidak bisa dipungkiri bahwa seorang Wanda benar-benar menjeratku dalam penyakit kronis yang biasa disebut dengan Kanker, alias Kantong Kering. Iya, wanda sukses besar mengusik isi dompetku hingga keakar-akarnya. Tidak hanya sampai disitu, dia juga mengusik...


" Mbeng saaayang, kapan kita jadian? Masa mau TTM-an terus kayak gini? " Wanda mendekat kearahku.

Itu masalahnya.


Wanda juga mengusik pikiranku. Dia menuntutku untuk segera meresmikan hubungan kami sebagai sepasang kekasih, bukan sekedar partner mesum seperti saat ini. Dia mulai jengah dengan status hubungan kami yang berlabel engga jelas. Padahal aku telah berjanji hanya akan mengabadikan hatiku untuk Chusnul Alissia seorang.

" Eh.. Iya sayang, sebentar lagi.. " jawabku pelan.

" Huuuhhh, dari dulu selalu gitu jawabnya.. " protes Wanda, " Kamu emang ga sayang aku.. "

That's the problem..


Aku segera bangkit, berjalan dengan bertelanjang menuju kearah lemari pakaianku untuk mengambil sesuatu.

Telanjang?

Iya, pagi ini kami sudah melakukannya sekali. Sarapan seks itu menyehatkan, bisa membuat hari-harimu lebih bersemangat. Dan lebih beruntung. Semoga saja.


Aku mengeluarkan sekotak cokelat impor yang sengaja aku beli untuk Wanda, dia adalah penggemar berat cokelat.

Cokelat itu aku dapatkan dari toko buah raksasa di Surabaya yang juga menjual banyak pilihan makanan dan minuman impor dari berbagai negara. Aku memiliki teman disana, seorang kasir, dia memberitahukanku ada diskon besar-besaran hingga 70% dari produk cokelat asal Swiss.

Lumayan kan, bisa difungsikan sebagai hadiah khusus untuk Wanda disaat genting seperti ini. Padahal alasan utama cokelat itu didiskon besar-besaran adalah karena masa edar yang menjelang kata expired.


" Ini buat kamu sayang.. " kataku merajuk, memberikan cokelat branded yang hampir expired itu padanya.

Wanda langsung nyengir. Ekspresi kecewanya hilang, berganti ekspresi mupeng akibat cokelat yang baru saja aku berikan.

" Aku itu sayang sama kamu.. " tambahku.


Wanda langsung memelukku, erat, sangat erat. Dia masih hanya mengenakan underwear hasil belanjaan kami berdua semalam.

" Makasih sayang.. " bisiknya, " Em-el lagi yuk, Mbeng saaayang.. "

Segitu gampangnya ngedapetin perhatian Wanda. Satu cokelat memang punya seribu manfaat.

Trust me, it works.


= = = = =​

Sedikit kehilangan akal sehat akibat seseorang bernama Chusnul Alissia yang selalu mengusik pikiranku, membuatku berakhir disini, didalam kamar nomor 212, hotel Cempaka, Surabaya.

Hey, hey, hey, gimana ceritanya?


Oke, oke, sedikit flashback kebelakang. Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan kakak kandungku, Joko Lindu Soekawi, alias Jokoli. Kami berbincang banyak hal sambil menikmati secangkir kopi sachetan dengan merk yang sama di teras depan kosan. Selain ledek-meledek tentang klub sepakbola yang kami idolai (dia adalah fans berat klub raksasa Manchester United, sedangkan aku merupakan pendukung setia klub medioker Southampton), kami juga berbagi cerita cinta tak terwujud masing-masing.

Jokoli jatuh cinta pada salah seorang primadona di kampusnya, nama perempuan itu adalah Ribka Stefanie, perempuan mungil yang kadar cantiknya sungguh luar biasa dengan ukuran payudara diatas rata-rata. Kisah cinta kakakku itu harus bertepuk sebelah tangan karena Ribka malah jatuh cinta pada sahabat karibnya sendiri, seorang cowok super keren yang memiliki phobia takut pada cewek cantik (kok ada ya hal-hal seperti itu, untungnya phobia itu engga menghampiriku), Verano Alexandr Raphaelle (nama yang keren, dan panjang).

Kasian, kasian, kasian..


Sedangkan aku sendiri banyak bercerita tentang keinginanku untuk bisa bertemu dengan Chusnul Alissia. Atas saran dan petuah dari Jokoli, dia menyarankanku untuk memasang iklan di harian ternama yang terbit setiap hari. Sebelas dua belas dengan iklan pencarian orang hilang, juga sedikit mirip dengan iklan pencarian jodoh. Aku pun menyanggupinya, namun sama sekali tidak ada kontak yang masuk menghubungiku untuk memberi sedikit titik terang yang aku butuhkan.

Sampai akhirnya kemarin malam seorang wanita menghubungiku. Berkata bahwa dialah Chusnul yang selama ini aku cari. Dia memintaku menyediakan satu kamar di hotel ini untuk bisa bertemu denganku disini.


Tok, tok, tok...


Nah, ini pasti dia. Benar-benar ontime. Dia berjanji menemuiku jam tiga sore, dan sekarang malah masih memasuki menit ke lima puluh setelah jarum pendek jam dinding dalam kamar sukses melewati angka dua.

Aku segera beranjak, merapikan tatanan rambut gondrongku, menyemprotkan sedikit minyak wangi kearah tubuhku. Jantungku berdebar. Inilah saatnya, sebentar lagi aku akan bertemu dengannya. Seseorang yang selama ini aku cari, aku nanti.

Cklek..


Seseorang wanita berdiri dihadapanku setelah pintu kamar kubuka. Tinggi, cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dariku, tingginya sekitar 175 cm, padahal Chusnul dimasa kecilnya dulu sangatlah mungil. Dia mengenakan rok cekak dengan atasan berupa tanktop putih ketat yang dipadu jaket jeans. Seksi, sangat seksi. Kulitnya sangat putih, meski pahanya sedikit besar, namun pinggangnya cukup ramping.

Yang istimewa dari sosok wanita itu adalah payudaranya, berukuran sangat fantastis, besar, sangat besar. Mungkin sekitar 38 C, sekali lagi ini cuma perkiraan seorang Bams yang awam ini lho ya, karena aku memang bukan pedagang beha.


" Kok diem, hihihi... " wanita itu terkikik melihat reaksiku.

Wajahnya tidak seberapa cantik, namun terlihat bersih. Rambutnya panjang, sedikit diwarna kemerahan.

" E-eh, i-iya, ma-masuk.. " ujarku tergugup.


Jelas tergugup karena yang ada dihadapanku saat ini adalah seseorang yang selama ini telah aku nantikan kehadirannya. Aku coba mengingat-ingat paras Chusnul Alissia dimasa kecilnya, coba menyamakan dengan paras wanita ini.

Tidak berhasil. Karena aku kesulitan membayangkan wajahnya saat itu. Wajar, karena pertemuan terakhir kami sudah termakan oleh waktu hingga hampir lima belas tahun lamanya.

" Aku Chusnul.. " ujarnya setelah masuk kedalam kamar, " Kamu pasti Bambang kan, temenku waktu kecil itu? "

" I-iya, jawabku.. " aku menutup dan mengunci pintu kamar, berjaga-jaga jika saja hari ini aku sukses mendapat sesutu yang lebih darinya.

If you know what i mean..


Chusnul membuka jaket jeansnya, dia tampak kian seksi, toketnya makin terekspos. Besar, luar biasa besar, belum pernah aku mendapat yang sebesar ini sebelumnya.

Dia berjalan menghampiriku, aroma harum tercium dari tubuhnya. Harum, iya sangat harum, meskipun aromanya begitu menusuk hidung. Melihat tampilan seksi Chusnul membuat Bams Junior mulai bangkit.

Chusnul makin mendekatiku, dia melirik kebawah, kearah Bams Junior yang mulai menegak.

Ketauan deh..


Wanita itu tersenyum melihat perangaiku yang sedikit gugup, termasuk dibagian bawah sana. Chusnul semakin mendekat, tiba-tiba dia memelukku. Pelukan yang sama sekali tidak aku duga sebelumnya.

" Aku kangen kamu mas Bambang.. " bisiknya.


Jujur, aku sedikit kecewa dengan Chusnul yang ini, dia tidak secantik seperti masa kecilnya. Ada beberapa sisi wajahnya yang terlihat kurang pas. Dia terlihat kurang girlie, kurang cewek, entah apapun itu namanya. Yang jelas memang kurang enak dilihat.

Atau hanya perasaanku saja?


Kecuali tubuh seksinya, juga ukuran payudaranya yang begitu menggoda, semuanya sama sekali tidak ada yang aku suka dari fisiknya.

" A-aku juga.. " jawabku, membalas pelukannya.

" Boleh aku cium kamu mas? " tanyanya.


Suara Chusnul sangat halus, benar-benar lembut. Membuatku makin tergoda. Meski ada perasaan aneh dalam diriku. Ada sisi yang berontak didalam sana, sisi itu menjerit, sisi itu meyakini bahwa Chusnul yang ini bukanlah Chusnul yang aku cari selama ini.

Bukankah Chusnul yang dulu tidak pernah memanggilku dengan nama Bambang? Ya, Chusnul, alias Chusu selalu memanggilku dengan sebutan Dakochan.


Aku coba mengacuhkan segala pikiran buruk itu, bisa saja dia lupa akibat terlalu lama tidak bertemu denganku. Aku menjawab pertanyaannya dengan sebuah anggukan kecil. Membuat Chusnul langsung menyergap bibirku, dia menciuminya dengan penuh nafsu, sampai aku benar-benar kesulitan mengimbanginya.


Bibir kami saling memagut, lidah kami saling bertaut. Kami dipenuhi hawa nafsu yang begitu melimpah, meski nyatanya tadi pagi aku telah dua kali mendapat service gratis dari Wanda.

" Emmmhhh... " desahnya.


Rasa rindu akan sosok Chusnul itu mulai terobati seiring kehadirannya. Aku harus membiasakan diri dengan sosok ini, dengan sosok inilah aku akan menikah kelak, sesuai dengan janjiku saat itu. Meski sebenarnya wajah Chusnul ternyata tidak sesuai apa yang aku harapkan, minimum dia memiliki payudara yang luar biasa indah membulat.

Tidak tahan dengan godaan payudaranya, aku segera meremasnya. Terasa empuk, terasa kenyal. Aku menyingkap tanktop yang dikenakannya. Juga bra pink yang menjadi penutup terakhir payudara itu.

Chusnul diam, dia tidak protes, tidak juga mengelak waktu mendapat perlakuan seperti ini dariku. Rasanya dia siap memberikan segalanya untukku, atas dasar janji yang dulu pernah aku ikrarkan padanya.


Payudara miliknya memang benar-benar besar, benar-benar berukuran ekstra, dengan puting imut dibagian tengahnya. Aku terus menjamah kedua bongkah payudara itu. Meremas-remas, kemudian juga memilin-milin putingnya. Sementara itu bibir kami masih saling berpagut mesra.

Secepat ini? Secepat inikah aku mendapat segalanya dari dia?


Tangan Chusnul mulai nakal menjamah Bams Junior. Dia membuka risleting celana jeans yang aku kenakan, kemudian memelorotkannya. Tangannya menyelip masuk kedalam celana dalamku, menggenggam Bams Junior erat-erat, sedikit mengocok dan membelainya. Membuatku kelonjotan merasakan nikmat yang muncul dari sana.

" Ahhh... "


Merasa terangsang, tangan kananku meremas payudaranya lebih cepat, lebih bersemangat. Sementara tangan kiriku mulai merangkak kebawah, menuju ke arah bagian kewanitaannya, menerobos melalui rok cekak yang menutupinya, dan..

" Eh.. " ujarku spontan, aku langsung menghentikan segala aktifitasku sesaat setelah menyentuh organ vitalnya itu.


Ada yang aneh disana, aneh, sangat aneh..


Tidak ada vagina yang menyapa gerakan tangan kiriku, dia tidak memilikinya, salah, seharusnya ini salah, ini engga wajar, ini aneh, sangat aneh, karena yang ada disana adalah..

" Pe-penis!!! " jeritku histeris, " Haaahhhhh!!! " Ke-kenapa, ke-kenapa ada penis disana??!!! "


Aku mendorong Chusnul keras-keras, membutnya terpental, jatuh ke lantai. Dia hanya tersenyum, senyum yang tidak lazim, senyum jahat, senyum mengerikan.

Chusnul bangkit, kali ini dia tidak menuju ke arahku, melainkan ke arah pintu. Dia mengambil kunci kamar, merapikan baju atasannya yang telah aku acak-acak, kemudian memasukkan kunci tadi kedalam branya. Aku benar-benar merasakan hal buruk setelah ini.


" Loh kok gitu sih mas, aku ini Chusnul.. " ujarnya, dengan nada suara beda, jauh berbeda dari nada suaranya tadi, kali ini dia berbicara dengan nada suara yang laki-laki banget.

Chusnul yang aku kenal dulu adalah seorang perempuan tulen. Serius, yakin, sejuta persen yakin, super yakin. Karena aku pernah mandi bersama dengannya dulu.

Lalu siapa perempuan, eh laki-laki, eh banci, ini?


" Ka-kamu siapa? Chusnul yang aku kenal ga punya penis, ga punya titit.. " ujarku terbata-bata, masih dalam kondisi shock berat, " Ka-kamu siapa? Kamu bukan Chusnul Alissia yang aku cari.. "

" Haa-haa-haa... " tawanya keras, tawa laki-laki, tawa kemenangan.

" Chusnul Alissia? Kelaut ajeee... " ledeknya.

" I am the one and only, the best Chusnul yang pernah ada di dunia ini.. "

" Chusnul Amiruddin.. Jeng, jeng... "


OMG!!!


Berarti sejak tadi aku berciuman dengan seorang Banci?

Iya seorang banci, toket yang aku pegang tadi, berarti hanya sekedar toket imitasi. Aku berlari kearah pintu, sia-sia, terkunci rapat, kuncinya tersimpan amat sangat aman didalam branya. Aku harus merebutnya.


" Mau keluar? " tanyanya.

" Jelas!!! " bentakku, " Mana kuncinya? "


Aku berlari kearahnya setelah memakai kembali celanaku yang sebelumnya sempat dipelorotnya, kami bergulat. Dia terlalu tangguh, sulit, aku sulit meraih kunci dalam branya, yang ada malah dia makin mendesah-desah keenakan saat tanganku menyentuh payudara palsunya. Gerakan Chusnul terlalu cepat, dia selalu bisa mengalahkan manuver-manuver yang aku lancarkan. Lelah, aku mulai merasa lelah, dan akhirnya dia mendekapku, dia memelukku. Aku meronta, tapi tenaganya jauh lebih besar.

" Ahahahahhh.. Kenapa mas? Sini-sini ciuman lagi.. " ujar Chusnul (Amiruddin, bukan Alissia) sambil memonyongkan bibir tebalnya, berusaha mencium bibirku, membuatku makin merinding karenanya.

" Ga mau!!! " jawabku lantang.

" Kamu baru bisa keluar kalo udah gituan ma akyuuu.. " dia mengerlingkan matanya padaku.

" Haaa!!! Gituan apaan!!!!! " aku makin shock mendengarnya, jangan-jangan dia ingin ber-tusbol-ria denganku. Aku biasa meledek temanku dengan kata-kata maho, atau tusbol, tapi aku tidak menyangka jika aku terancam terserang dengan kata-kata itu disini.

" Ja-jangan macem-macem, aku ini ahli beladiri, aku sabuk putih karate!!! " aku coba menakutinya, dia pasti tidak mengerti tentang sabuk putih karate kan.

" Hahaha, aku udah sabuk hitam mas.. " balasnya sambil menyengir lebar.

" Keluargaku semuanya Polisi, jangan aneh-aneh!!! " ancamku. Ancaman bohong karena aku tidak memiliki satu pun kerabat yang berasal dari oknum kepolisian, hanya ada seorang Satpol PP, pamanku.

" Hahaha, bapakku Ketua DPR mas.. " balasnya ketus.


Hahhh!!! Berarti dia anaknya Marjuki Alay yang sok itu?


" Mau adu apalagi? " cibirnya, " Dalam segala hal kamu kalah dari aku mas.. "

Dia melepas pelukannya padaku, bukan untuk membebaskanku, tapi untuk memukul beberapa titik di punggungku dengan menggunakan dua jarinya.


Totok?


Dia menotokku, darimana dia bisa belajar itu semua? Aku tidak bisa bergerak, aku kehilangan daya untuk itu, juga daya untuk berbicara. Chusnul kembali mendekapku, menuntunku kearah ranjang, menidurkanku disana. Dia mulai melepas rok cekak yang dikenakannya, celana dalamnya juga, penis besar itu kini mencuat. Tegak, sangat tegak.


Ingin rasanya berontak, ingin rasanya meronta, tidak bisa, sama sekali tidak bisa.


Dia bergerak mendekatiku, mengubah posisiku menjadi menungging. Perlahan dia melepas seluruh penutup Bams Junior, membuat bagian bawah tubuhku kini telanjang sepenuhnya.

Dengan seringai mengerikan dia mengarahkan penis besarnya yang telah mengacung keras kearah lubang bokongku. Dia benar-benar serius, dia benar-benar ingin memperkosaku. Astaga.


Papa, Mama, kak Jokoli, Wanda, tante Linda, dan Chusnul, Chusnul Alissia yang asli, maaf, maafin Bambang. Maafin Bambang yang ga bisa jaga keperjakaan bokong Bambang baik-baik. Sekali lagi maafin Bambang. Aku tidak bisa membela diri, yang bisa aku lakukan hanya memejam. Merasakan penis raksasa itu mulai menyentuh lubang bokongku.

What the..


= = = = =​

Hahhh!!!

" Mi-mimpi? " ucapku lirih.

" Cuma mimpi kan? Mimpi yang sangat buruk.. "

" Bahkan jauh lebih mengerikan dibanding wajah disturbing Jokoli, kakakku.. "


Aku segera memandangi sekitar. Membuatku terperanjat, menjerit histeris, hingga kejang-kejang ga karuan.

Kamar ini ternyata bukan kamarku. Kamarku tidak seperti ini, kamarku lebih nyaman, tidak ada segala pernik yang berhubungan dengan klub sepakbola favoritku, Southampton, disini. Poster-poster pemain sepakbola favoritku macam Alan Shearer, Matthew Le Tissier, Tim Flowers, Egil Ostenstad, hingga Adam Lallana, semuanya tidak ada.

Astaga...


Aku benar-benar berada didalam kamar hotel laknat itu. Berarti aku memang benar-benar telah kehilangan keperjakaan bokongku. Keperjakaan yang selama ini aku jaga baik-baik, kesucian bokongku kini musnahlah sudah. Dengan cara yang sangat mengerikan. Tragis.

Ah, sedihnya..


Bahkan hingga kini masih berasa nyeri disana, benar-benar satu kejadian yang tidak akan mungkin aku lupakan seumur hidup.

Aku akan mengadukan banci itu pada KPK, Komisi Perlindungan Keperjakaan. Iya harus. Jangan sampai ada lagi korban-korban berikutnya. Cukuplah seorang Bambang yang ganteng ini sebagai korban terakhir.

Aku berjalan meninggalkan kamar hotel dengan langkah tertatih. Posisi tubuhku sedikit membungkuk, dengan tangan kiriku masih saja telaten mengelus bokongku. Coba mereduksi rasa sakit yang terus mendera disana.

Chusnul Amiruddin sialan!!!


Dengan mental baja, meski harga diri telah terinjak-injak. Aku menuju ke meja resepsionis, untuk check out dan mengambil KTP ku. Beberapa pasang mata pengunjung lain dan pegawai hotel yang seliweran menatapku dengan pandangan aneh. Perpaduan antara tatapan sinis dicampur mimik wajah menahan gelak tawa.

Aku tidak perduli dengan itu semua, berusaha cuek, meski dalam hati terus mengumpat-umpat melampiaskan emosi yang semakin meluap.


" Malem mas.. " sapa Kumanini, seorang customer service hotel yang menarik perhatianku sejak awal kedatanganku disini.

Dia berwajah cantik, meski memiliki nama yang sama sekali engga umum. Kumanini. Coba diurai lagi jadi Kuman Ini, apa yang ada dalam pikiran bapakmu nak, hingga tega memberimu nama yang sungguh epic seperti itu.

" Check out mbak.. Sekalian ambil KTP nya.. " jawabku lesu.

" Lohhh kok udah check out sih? Kan masih ada sisa 20 jam lebih mas.. " tanya perempuan imut yang memiliki nama panggilan Anin itu.

" Gapapa mbak, kangen masakan Mama.. " candaku, meski masih dengan nada lesu.


Dia tertawa mendengar perkataanku. Aku segera menyerahkan kunci kamar padanya, dan dia memberikan KTP ku kembali. Ada secarik kertas yang dia selipkan dibelakang KTP. Tadinya aku kira itu adalah nota tagihan tambahan, ternyata bukan. Kertas kecil itu berisi deretan dua belas angka pembentuk nomor handphone.


" E-eh, apa ini mbak? " tanyaku sok-sok lugu.

" Nomor hapeku mas.. " jawabnya tersipu malu.

Ga ada angin, ga ada hujan, meskipun sedikit mendung, sang customer service cantik dari hotel kelas melati ini memberikan nomor hapenya kepadaku. Pastilah dia tertarik dengan wajah ganteng Bambang yang memang telah melegenda ini. Wah, wah, wah, dapet satu lagi calon TTM baru nih, mungkin nanti bisa bersaing dengan Wanda.


" Ummm, gini mas.. "

" Nanti kalo mas ganteng mau cari banci-banci lain buat disewa, bisa hubungin nomor hapeku itu.. " tambahnya.

Dafuq..

" Aku punya banyak temen banci mas, rata-rata cantik kok.. Mereka ini temen-temenku semasa masih sekolah di SMK kecantikan.. "

" Yang cowok rata-rata berubah jadi gitu deh.. "

" Dan mereka itu operasinya di Thailand lho mas.. "

" Dijamin puas deh.. "

" Nanti aku kasih diskon khusus.. "


Ternyata untuk tujuan itu. Sialan, sungguh sialan. Dia mengiraku sebagai penggemar banci? Astaga, kesialan macam apa lagi ini. Aku tidak menjawab. Anin melambaikan tangannya padaku, tersenyum manis, dan berteriak..

" Jangan lupa ya mas ganteng.. Ditunggu orderannya loh.. "


Ingin rasanya cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Aku bergegas menuju kearah parkiran sepeda motor. Bokongku agak sedikit kesakitan waktu duduk diatas jok motor, membuatku mengambil posisi sedikit mengangkat bagian belakang bokongku. Dengan cepat aku segera memacu sepeda motorku, cepat, cepat, cepat meninggalkan tempat pebawa kesialan ini.

Sepanjang perjalanan pulang, aku terus memikirkan banyak hal. Kesialan yang aku dapat hari ini, mungkin mengingatkanku untuk segera berhenti berharap pada Chusnul, Chusnul Alissia yang asli tentunya, bukan Chusnul Amiruddin, atau something similar like her, eh, him.


Aku harus segera menentukan sikap, mungkin mematenkan status berpacaran dengan Wanda adalah opsi yang terbaik. Yah, dialah perempuan paling cantik yang pernah aku dapatkan, aku harus menjaganya baik-baik.

Tik, tik, tik..

Gerimis.


Bokongku masih terasa nyeri, aku harus menepi, mengenakan jas hujan, karena memang jarak yang aku tempuh untuk kembali ke rumah masih sangat jauh. Rintik-rintik gerimis kian deras, hujan pasti turun sebentar lagi. Karena konsentrasiku berkurang drastis akibat beban pikiran yang aku tanggung hari ini, membuatku lupa menyalakan lampu sein saat hendak menepi, hingga..

Tiiinnnnn!!!!!


Klakson mobil sangat kencang mengagetkanku, mengembalikan konsentrasiku yang sebelumnya telah menghilang. Namun semuanya terlambat.

Braakkkk!!


Honda Brio warna putih itu menghantam bagian belakang motor bebek ku, membuat keseimbanganku menghilang. Aku bisa merasakannya, sepeda motor ini bergerak liar, sampai akhirnya tubuhku terpental di aspal. Tidak ada rasa sakit, hanya kesadaran yang berangsur menghilang. Buram, namun aku masih bisa melihatnya, sosok bidadari yang sangat cantik mendekatiku.

Sangat cantik, rambut bob pendeknya berwarna hitam mengkilap, bibirnya merah, matanya sayu. Dia menatapku dengan tatapan khawatir. Pandanganku terus meredup. Gelap, makin gelap.

Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Pertukaran dua sahabat

Aku irwansyah, salah seorang artis yang cukup terkenal di ibukota, beberapa judul film telah aku bintangi, aku bersahabat baik dengan raffi ahmad yang juga seorang artis popular di negeri ini, aku sudah menikah dengan zaskia sungkar namun rumah tangga kami belum di karunia anak, sedangkan sahabatku raffi ahmad juga telah menikah dengan nagita slavina dan telah memiliki seorang putra.

(Bonus Part 2) Pesta di Akhir Pekan

Bonus Chapter: Eksekusi Dinda (Part 2: Main Course) Dinda Fitriani Anjani kecil yang masih duduk di bangku SMP terbangun menjelang tengah malam. Tadi siang dia bekerja keras menjadi pagar ayu di pernikahan kakak perempuannya, dan juga membantu keluarganya di resepsi ala rumahan yang tanpa EO dan berlangsung sampai sore. Sehingga selepas maghrib Dinda tidur begitu saja setelah membersihkan make-up dan berganti baju. Terlewat makan malam, gadis cilik itu sekarang bangun dengan perut lapar.

(Episode 11) Pesta di Akhir Pekan : Akhir Dari Akhir Pekan

“Hayu atuh kalo mau diterusin…” “Pindah aja yuk, jangan di sini” saran Asep sambil berdiri “Lho, kenapa emangnya?” “Yah, biar tenang aja hehe” Dinda akhirnya ikut berdiri menuruti saran Asep. Sebenarnya tujuan Asep biar yang lain tidak ada yang mengganggu mereka. Percuma dong sudah susah payah membuat Irma tepar dalam gelombang birahi kalau tiba-tiba ada yang lain ikut nimbrung. “Kita nyari kamar aja yuk” Asep memegang tangan Dinda dan mulai berjalan menjauhi yang lain “Di kamar atas aja yuk, kasurnya gede sama pemandangannya bagus” usul Dinda “Wah boleh juga tuh”