Skip to main content

Ipar-iparku (part 3)

Kata orang, cinta dan nafsu adalah dua variable yang sangat berbeda jauh. Dalam cinta ada nafsu, namun kau tidak bisa menemukan cinta di dalam nafsu, begitu katanya. Cinta orientasinya adalah ingin membahagiakan, sedangkan nafsu orentasinya adalah ingin memiliki. Lantas, berada di manakah posisiku ketika orientasiku adalah ingin memuaskan iparku? Mungkin kalian bisa mengecapku sebagai orang yang maruk, maniak seks, rakus, atau apalah, yang pasti jatah yang kuberikan kepada Arni, istriku, tidak pernah berkurang baik kuantitas maupun kualitasnya.

Kini setelah dua bulan pelatihan, aku menjadi semakin terobsesi pada Kak Umi, ataupun adik iparku Ima yang baru menikah. Entah bagaimana mereka berada di bawahku dan menikmati setiap perbuatanku kepada mereka. Aku tidak sabar ingin meguji, apakah kebolehanku dalam membuat Ani terkapar berlumur cairannya juga bisa terbukti untuk mereka. Setidaknya Ani dan Arni telah merasakan bagaimana keperkasaanku. Tetapi entah kapan kesempatan itu datang, karena aku sibuk sekali menghadapi audit di instansiku.

Drrrttt…..

Lamunanku buyar. Ponselku bergetar karena ada pesan BBM masuk. Rupanya Ping dari kak Umi. Wah, tiba-tiba ada yang mengeras di bawah sana.

Iya, Kak. Ada apa?
Printermu jadi, Kang? Printer di rumah rusak
Entah kenapa senyumku mengembang sendiri. Kini aku tahun targetku selanjutnya. Terima kasih, Pak Haryo. Sepertinya aku telah mengetahui siapa korbanku selanjutnya. Saatnya membuktikan kebenaran ceritamu.

Spoiler: Siapa Pak Haryo?

Jadi kok, Kak. Memangnya mau make sekarang?
Iya. Si Arni ada di rumah?
Ada.
[QUOTE]OK. Sip.[/QUOTE]

Ku simpan ponselku dan kembali menekuni rutinitasku. Entah mengapa aku jadi tidak sabar ingin segera pulang ke rumah, tetapi tentu saja tidak bisa. Aku mungkin jahat dalam bidang perkelaminan, tetapi maaf, kawan. Aku sangat anti korupsi, termasuk korupsi waktu. Itulah sebabnya aku biasa menjadi pegawai yang paling cepat tiba di kantor dan paling telat pulang. Ketika banyak teman di bidangku sudah membeli mobil, aku justru tidak bisa menerima tunjangan yang aku rasa tidak pernah kulakukan pekerjaannya. Maaf, kawan. Aku tidak sok suci, tetapi memang inilah aku.

Drrrrtttt……Drrrtttt…..

Kali ini panggilan masuk dari kak Umi.

“Halo, kak?” tanyaku.

“Kang….Arni gak ada di rumah, katanya ada di rumahnya tante Has.” Jawab kak Umi. Seperti biasa, suaranya dibuat se dramatis mungkin. Kakak ipar tertuaku ini adalah orang yang paling manja bersaudara. Dialah yang paling cepat sedih dan paling sensi bila ada sesuatu. Bila mereka berempat berkumpul, justru kak Umi lah yang sering dikira anak bungsu.

“Aduh…gimana, nih…? Ya udah. Aku telpon Arni dulu, ya?” kataku.

“Iya….”

Ku tutup ponselku lalu kuhubungi istriku.

“Halo, Kang?”

“Sayang, Kamu di mana?” tanyaku.

“Kan aku di rumahnya tante Has. Dia kan mau akikahan besok. Mama juga udah ada di sini”

Ah, aku lupa.

“Kak Umi ada di rumah, sekarang. Kamu masih lama?” tanyaku.

“Masih dong, sayang. Ini pekerjaan banyak banget karena mau akikahan. Tante Has mau ngundang banyak orang”

“Ya udah….Kamu jangan capek ya, sayang? Gak usah maksain kerja” himbauku.

“Iya…kamu juga ya”

“OK. Udah ya? I Love U” kataku. I Love U memang telah menjadi hal yang wajib dalam hubungan kami. Entah berapa puluh kali ku ucapkan kalimat itu dalam satu hari sejak dari hari pertama kami menikah.

“Iya…..aku juga. Malu jawabnya, banyak orang hehehe……”

Ku tutup ponselku dan ku BBM Kak Umi.

Emang Penting bangwt, Ya, Kak?
Penting banget, lah. Harusnya tadi ngeprint di kantor tetapi malah lupa.
Kak Umi bisa nungguin? 20 menit lagi aku pulang.
Ya udah. Aku balik dulu ke rumah, ya? Ntar aku datang lagi.


OK sip
Pukul 17.03 aku bergegas meniggalkan kantor bersama rekan-rekan yang lain. Ku putuskan untuk menjemput istriku di rumah tante Has, tetapi justru dia minta izin menginap dengan alasan kerepotan kalau harus pulang. Ku iyakan saja izinnya. Setelah beberapa saat akupun pulang ke rumah. Selesai mandi, istriku BBM katanya kak Umi mau datang habis Magrib. Ku BBM kak Umi untuk memastikan.

Ping! Ku ping dulu Kak Umi.

Ya?
Kakak jadi ke sini?
Besok aja deh, aku takut.
Hadeh……Kakak iparku yang satu ini, mskipun dia yang tertua tapi dia yang paling penakut di antara saudaranya.

Kan ada Papanya Liza bisa nganter.
Kan udah dua hari Papanya Liza di luar kota.
Lha. Trus anak-anak?
Di rumah tante Has sama mama. Aku juga mau ke sana tapi takut, ehehehe
Gini aja. Aku jemput kakak ke sini ngeprint, trus abis itu barengan kita ke rumah tante Has. Soalnya besok aku ada rapat penting. Jadi kalo mau ngeprint ya malam ini aja.
Iya, deh. Boleh
Aku girang. Ku siapkan dulu es teh di dalam botol lalu ku teteskan obat itu dua tetes dan ku simpan di rak pintu kulkas. Aku tau persis kak Umi setiap datang dirumahku pasti yang pertama dikunjungi adalah kulkas nyari apa saja yang bisa dimasukkan ke dalam mulut. Seringai jahatku mengembang membayangkan entah apa yang akan terjadi nanti. Ku keluarkan motorku dan segera meluncur ke rumahnya yang berjarak sekitar 1 km dari rumahku.

Kak Umi tampak cantik mengenakan jilbab hitam panjang sampai lengan, dipadu dengan rok jeans biru, serta kaos merah lengan panjang memberi kesan yang jauh lebih muda dari umurnya yang sekarang. Dia tampak lebih seperti seperti mahasiswi tahun pertama. Sebuah tas ransel dan tas laptop tampak telah dipersiapkan sebelum kedatanganku. Dia segera menghampiriku begitu melihatku memarkirkan motorku di depan rumah mewahnya. Tanpa banyak basa-basi, kami pun segera menuju ke rumahku.

Azan magrib menyambut kami setiba di rumahku. Aku langsung mempersilakan kak Umi masuk rumah. Dia duduk di sofa tamu, sedangkan aku segera bersiap-siap ke tempat ibadah, tetapi penyakit kak Umi malah kumat.

“Kang, mau ke mana?” Tanya dia.

“Mau ke pasar, kak. Ya mau ke tempat ibadah donk” jawabku dengan candaan yang garing.

“Aku takut…..” rengeknya. Ya elah, ini nih. Penyakit kakak ipar tertuaku. Paling penakut dan paling manja bersaudara. Paling gampang merajuk dan paling gampang mewek bila ada masalah. Jika keempat istriku dan ketiga saudaranya ini disandingkan, tentu banyak orang yang menyangka kalau kak Umi adalah adik termuda.

“Hehehe…..kaya’ anak kecil aja. Santai aja kali, kak” jawabku. Mukanya merengut.

“Yang namanya takut gak bisa direncanain, atuh, Akang”

“Iya….aku ibadah di sini aja, deh. Kak Umi libur?”

“Nggak. Makanya kita ibadahnya sama-sama aja”

“Baiklah kakak iparku yang cerewet”

“Ngekk… ya udah. Aku mau bersih-bersih. Mukena Arni mana”

“Iyee. Ini lagi di siapin”

Kak Umi bangkit menuju ke ruang belakang sedangkan aku ke kamar mempersiapkan segala keperluan ibadah kami. Tetapi dasar memang sudah kebiasaan, ku dengarsuara pintu kulkas yang terbuka. Sudah menjadi sebuah ritual tersendiri, setiap berkunjung ke rumahku, kak Umi pasti suka membuka pintu kulkas dan mencari segala apa yang bisa dimasukkan ke dalam perut. Senyumku kembali mengembang, misi tercapai.

“Wah….ada minuman dingin, nih.” Ku dengar suaranya dari ruang belakang. Tak lama kemudian ku dengar suara “Ahhhh” yang berarti dia baru saja memuaskan dahaganya. Yes! Saatnya menanti reaksi perangsang yang aku beli dengan harga mahal.

Mengapa harus pakai perangsang? Bukankah dengan Ani aku bisa menaklukkannya tanpa perangsang?

Aku adalah orang yang tidak memiliki bakat merayu. Arni, istriku, sering kali menertawakan caraku merayunya yang menurutnya sangat garing dan jauh dari kesan romantis. Jadi, kejadian antara aku dengan Ani bisa dianggap hanyalah sebuah keberuntungan yang mungkin kebetulan. Secara fisik, aku adalah suami di antara empat bersaudara ini yang paling dikatakan tidak menarik. Akulah yang paling pendek dan paling gemuk di antara ketiga suami ipar-iparku. Warna kulitpun akulah yang paling gelap. Ketika melihat foto keluarga di pernikahan Ima, aku jadi minder sendiri. Untunglah Arni selalu memberiku semangat, meskipun ipar-iparku selalu menjuluki kami The Beauty And The Beast, Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Sex appealku sangat rendah, meskipun sex ability ku termasuk tinggi.

Kak Umi mengenakan mukena putih milik Arni sambil membelakangiku.

“Kang….Keluar dulu, donk.” Pintanya.

“Kenapa, emang?”

“Mau copot pakaian, soalnya tadi baju sama rokku kena pipisnya Arzaka” jawabnya. Arzaka adalah anak ketiga mereka yang berumur dua tahun empat bulan.

“baiklah” aku mengalah. Aku keluar dari kamar sembari kak Umi berganti pakaian. Pandanganku tertuju ke minuman di dalam botol yang ku siapkan, ternyata tinggal kurang dari seperempat botol saja. Hehehehe, senyum kemenangan tergurat di wajahku. Tidak lama lagi pertempuran yang sebenarnya akan di mulai.

“Kang, ayo” ujar kak Umi di balik kamar menyadarkanku dari lamunanku. Aku masuk ke dalam kamar untuk beribadah dengannya. Tepat sebelum kami mulai, tatapanku tertuju ke pakaiannya yang terlipat di sisi ranjang. Baju, rok, bh dan cd yang disembunyikan dalam lipatan jilbab hitamnya tapi masih kelihatan sedikit. Aku menegang. Artinya, Kak Umi tidak mengenakan apapun di balik mukenanya. Akhirnya kami mendirikan ibadah kami dengan tenang, meskipun dadaku penuh gemuruh antara girang, nafsu dan rasa tabu menjadi satu. Apalagi sayup-sayup terdengar helaan nafas yang berat di belakangku. Aku yakin, pengaruh obat itu telah bekerja.

Obat perangsang, atau tepatnya pembangkit libido yang ku beli di pak Haryo, yang katanya dia pesan di Jepang, tidak seperti minuman keras atau narkoba yang dapat menghilangkan kesadaran penggunanya. Obat perangsang yang ku punyai ini cara kerjanya adalah memberikan perangsang terhadap produksi hormone oxitosin yang berlebih sehingga menyebabkan naiknya libido seksual penggunanya. Si pengguna tetap sadar seperti biasa, hanya mungkin dia agak heran karena gairahnya yang tiba-tiba membuncah tidak terkendali. Dan inilah yang mungkin di alami oleh orang yang sekarang ikut beribadah di belakangku.

Selesai beribadah, dilanjutkan dengan berdoa sejenak. Setelah itu ku putar posisi dudukku menghadap kak Umi untuk bersalaman, tetapi yang ku lihat sekarang, kak Umi duduk bersila dengan tangannya menggenggam erat kedua lututnya sambil berusaha mengatur nafas. Jelas sekali ia sedang berusaha melawan gairah yang sedang melandanya.

“Kak Umi, kenapa? Sakit?” tanyaku sambil menjulurkan tanga dengan maksud menyalaminya.

“Gak papa kok” jawabnya senormal mungkin menyalami tanganku. Tetapi begitu selesai bersalaman, ku tundukkan wajahku dan mengecup punggung tangannya.

Cup…!

“Ohhhsssssshhh…….”

Ku angkat wajahku dan ku lihat kak Umi memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya. Ku kecup lagi tangannya, dan kali ini ku tambahkan gerakan menggigit kecil.

Cuppp……!

“Ssshhhh…Aakkkhhhh……..”

Dia mendesah. Kali ini ku jilat-jilat ringan tangannya.

“Kaaangghhh…..kokkhhh jadi begini sihhhh…..” racaunya.

“Aku juga gak tau, kak….tiba-tiba aja nafsuku naik….” Balasku sambil menarik tubuh kak Umi lalu membaringkannya di atas alas ibadah kami. Ku singkap mukenanya dan tampaklah gugusan gunung kembar yang kenyal dan mungil. Sama dengan milik si Ani, tidak tampak kalau dadanya ini telah menyusui tida anak, ditambah suaminya, dan kini ditambah juga dengan aku. Ku tangkupkan kedua tanganku di dadanya dan ku remas-remas perlahan.

“Kaanggghhh….jangaannnn gittuuuhhh……”

“Iyaaa kakk…..maaffffhhh…..” balasku yang tiak kalah bernafsu.

“Udahhh minta maaffhhh kok masih dilanjutinn…..Aaaahhhhhh….ennnaaakkkhhh……” racaunya. Intensitas suaranya meninggi ketika jari-jariku memilin putingnya yang semakin menegang. Sama dengan adik kecil di antara pahaku yang juga semakin keras. Tubuh kak Umi menggelinjang entah untuk melawan atau menikmati.

Aku berbaring di samping kak Umi yang sedang berkejaran dengan nafasnya. Kami saling tatap dengan dalam, meskipun aku tidak tau makna di balik tatapannya yang tajam itu, tetapi kemudian dia dengan segera menarik wajahku hingga kami tenggelam dalam ciuman panas dan basah. Permainan bibir dan liur kak Umi sangat hebat, jauh lebih hebat dari Ani dan Arni. Dia masih belum menggunakan lidahnya dalam lumatan bibir kami, tetapi sudah cukup membuat bibir dan sekelilingnya basah.

“Hhmmmmppphhhhffffff…..Aaaammhhhpppphhh…..”

Sesekali bibirku digigit dan di sedotnya, lalu kemudian ia mulai memainkan lidahnya. Lidah kami bertaut dan berpilin. Tanganku tidak tinggal diam, begitu pula dengan tangannya. Selama kami sibuk bersilat lidah, tanganku membelai, meremas dan memilin dadanya, sedankan tangannya sudah masuk ke dalam sarungku dan membelai senjataku.

“Ssllrrrrrppphhhh…….Kaangghhhh……” racau kak Umi dalam aktifitas ciuman kami. Kepalanya bergerak liar seliar lidahnya yang menyelusup ke dalam mulutku lalu dikeluarkan untuk menjilati bibir, pipi dan hidungku. Wow. Kak Umi benar-benar lepas kendali kali ini. Kadang ku cubit kecil putingnya dan dibalas Kak Umi dengan menggigit bibir bwahku. Suasananya tiba-tiba menjadi sangat panas.

Tiba-tiba kak Umi mengakhiri sesi ciuman kami dan berdiri sembari mencopot mukenanya, dan bugillah dia. Rambutnya yang panjang terurai serta dadanya yang mungil tetapi sedikit lebih besar dari punya Ani dan Arni. Aku tidak pernah tau dan mengerti ukuran dada wanita seperti kebanyakan cerita yang biasa ku baca di forum ini. Yang ku tau, dada ini harus ku kelola dengan baik agar dapat memberikan hasil kenikmatan maksimal. Dengan buru-buru dan nafas berat, kak Umi melepas sarungku hingga senjataku mengacung dengan gagah. Yah, standar lah.

Sekali lagi, kawan. Ukuran senjata bukanlah penentu utama kenikmatan bercinta, tetapi kerasnya dan kreatifitas pemiliknya dalam memainkan senjatanya.
“Sshhhhh…..besarrrr……Kaanggghhhhh……”

Eh? Senjataku di bilang besar? Rupanya ada kasus baru. Milik papanya Liza rupanya lebih kecil dari milikku. Kak Umi langsung berjongkok dan mengocok punyaku dengan gemas.

“Kaanggghhhh…..kokkkk….akuuhhh jadii begini sihhhhh……..”

“Aku juga bingung, Kak. Aduh….pelan-pelan dong”

“Kerassss bangett, Kangghhhh…..akuhhhh udahhhh basahhh bangettthhhh…..”

Ku lihat kangkangan pahanya dan benar saja. Ada rembesan kental yang terus merembes melalui pahanya. Rupanya obat itu sangat luar biasa. Kak Umi lalu merebahkan senjataku hingga senjata itu berbaring di perutku lalu dia menempelkan celahnya di atas batangku. Rasanya antara hangat, dingin, basah dan licin. Jadilah kini aku ditungganginya. Perlahan kak Umi menggerakkan pantantnya maju mundur.

“Ssshhhhhhh…..Iiiihhhhhh…..Kaaaanggghhhhh…….”

“Ohhhhhhh…….”

“Kkaaannggghhhhh…….Uhhhhh…..Sshhhhhhhhhh…….Kaaanggghhhhhhh………”

Gerakan maju umndur kak Umi semakin lama semakin cepat seiring racau bibirnya. Tangannya kini ditumpukan di dadaku dan tanganku sibuk memetik putting buah dadanya. Rupanya ini mempengaruhi gerakannya hingga menjadi tidak teratur dan kemudian kak Umi meraih orgasme pertamanya.

“Aaaaaawwwhhhhh…..Kaaaaanggggghhhhhhhh…….Hoooooohhhhsssss…..”

Tubuh kak Umi mengejang-kejang kelojotan di atasku. Senjataku basah kuyup oleh campuran cairan bening dan cairan putih kental. Meskipun penisku ngilu karena sedang tegang lalu dipaksa berbaring, tetapi ada rasa puas melihat tubuh yang sedang menunggangiku terkejang-kejang seperti tersengat listrik, hingga akhirnya kak Umi ambruk di atas dadaku. Ku piker, kalau rangsangannya sehebat ini, pasti bisa ku bikin squirt.

Tidak ku biarkan di istirahat. Ku rebahkan di sampingku lalu aku merengsek menuju selangkangannya. Kak Umi pasrah menanti rencanaku selanjutnya. Ku buka pahanya dan tampaklah rahasia terdalam tubuh seorang wanita di hadapanku. Vagina yang ranum agak merah kehitaman dengan bulu tipis yang rapi. Lendir yang terus merembes menambah eksotiknya pemandangan di hadapanku. Perlahan ku belai celahnya dengan dua jariku. Kak Umi tersentak ketika jariku menyentuh celahnya.

“Kaaangghhhhh…. Jangannhhhh….Akuhhh malu kalau pakaihhhh tanganhhh……”

Ah masa bodoh. Permintaan ditolak. Justru kini dua jariku masuk dan mulai mengocoknya.

“Kaaangggghhhhhh……Kaaanggghhhh…….Owwwhhhhhhh….Kaaanggghhhh…..”

Kak Umi meracau terus-menerus memanggil namaku. Mungkin ini bedanya dengan Ani. Setiap bercinta dengan Ani, dia selalu memakiku dan membenciku sembari menikmati sajianku. Sedangkan kak Umi sering-sering memanggil namaku di sela rintihan rangsangannya.

Clok..clok...clok

Bunyi becek yang ditimbulkan jariku dan liangnya terdengar sangat merdu dan semakin membangkitkan syahwat. Pantat lawan mainku ini terangkat kadang disertai gerakan memutar dan aku semakin gemas untuk mengocoknya lebih keras dan cepat.

“Kaanggghhhh….Ihhhhh….Kaaanggghhhh……Owwwhhhh……”

Rintihannya sangat merdu dan manja, tetapi tidak akan membuatku memembutkan perlakuanku. Targetnya adalah squirt sebagaimana adiknya. Ku dekatkan mulutku di celahnya sembari tangan kiriku tetap mengocoknya dengan cepat dan tangan kananku merayap ke atas dadanya. Biji klitoris yang mengitip di balik lipatan labianya kini menjadi santapan bibi, lidah dan gigiku.

“Aaaakkkhhhhhh…..Kaaanggghhhhh………Owwwhhhhhhhhh…..Kaaangggghhhhh…..”

Serrrrr…….

Baru saja lidahku menjilati klitorisnya, kak Umi orgasme dengan squirt yang banyak. Lebih banyak dari ketika main pertama kali dengan Ani. Semburannya membasahi lengan kiriku, tetapi kembali aku tidak mengendurkan kocokan tanganku. Targetku adalah squirt kedua dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Clok…clok…clok…

Kecipak liang vagina yang memerah basah, jariku yang nakal dan cairannya yang banyak memenuhi seluruh ruang kosong dalam kamar ini. Setahuku dalam persoalan bercinta, wanita yang berhasil mengalami squirting, pasti akan kembali mengalaminya dalam jarak tempo yang tidak sampai lima menit. Dan dugaanku benar.

“Aakkkkhhhhhh….Kaaannggghhhhhhhh…..”

Serrrrrrr……..

Kak Umi mengangkat pantatnya dan menyemburlah kembali cairan orgasmenya. Kali ini membasahi dadaku sampai di perut.

“Oohhhh….Kaangggghhhhh….Kammuhhhh nakalllhhh….”

“Kakak juga liar…gak nyangka deh…..”

Aku lalu memposisikan senjataku di celahnya. Man on top siap dilakukan.

“Yang pelanhhh Kanggghhhh……punyamu besarrrr bangettthhhh…..”

Aku tersenyum geli. Ukuran standar begini tapi dibilang kak Umi gede. Pertanyaannya adalah seberapa kecilkah milik papanya Liza? Ah, masa bodoh. Tugas ku sekarang adalah mendorong rudal yang telah menempel di mulut goanya. Ku tekan tahan nafasku dan mulai mendorongnya masuk.

“aaawwhhhhh Kaanggghhhh……Penuhhhhh bangettttt….Aaaakkhhhh…..”

Gila!

Kak Umi orgasme lagi padahal barangku baru saja masuk dan belum bekerja seperti biasa. Hanya beradaptasi dengan liang yang sepertinya lebih sempit dari punya Ani. Kedutannya, remasannya, hangatnya begitu sangat memabukkan. Ku perhatikan celah pertemuan alat senggama kami, kembali cairan putih kental merembes keluar dengan pelan. Ah, sudahlah. Saatnya beraksi.

“Oookhhhhhh…Kaaanggghhhh….Kaanggghhhh…..”

Racau dan rintihan kakak iparku ini mengiringi aktivitasku menggoyangkan senjataku maju dan mundur di dalam liangnya. Awalnya aku hanya menggerakkannya dengan pelan, tetapi rupanya ada pihak yang tidak puas dengan cara ini.

“Yangghhh cepeethhh Kaanggghhh…….gateeellllhhhh nihhhhh….ooohhhhhh”

“Gak mau. Aku maunya pelan aja……”

Rupanya kak Umi menggila. Dijambaknya rambutku dan dengan mata yang melotot kepadaku, dia berbicara pelan dengan suara yang menggeram gemas.

“Yang Cepeetttt, begoooo……”

Wow! Rupanya setan telah menemukan istananya malam ini. Kakak iparku yang paling manja kini dikalahkan nafsunya dan mulai beringas. Aku sendiri hampir tidak percaya dengan apa yang aku alami, tetapi inilah adanya, dan saatnya mewujudkan keinginannya. Ku rebahkan tubuhku di atas ubuhnya. Aku bersandar dengan kedua sikuku dan kak Umi memelukku erat. Kedua kakinya dibuka lebar dan diluruskan. Ini dia!

“Aaaakkhhhh…..Kanghh…Kanghh…Kanghh….Ooohhhhh….”

Plok..Plok..Plok

Ku ayunkan pantatku sekuat tenaga dengan gerakan cepat 1:1. Ku atur nafasku dengan memusatkan pernafasan perut lalu ku tekan otot kegelku. Saatnya menggunakan Tai Chi dan Yoga pada fungsi yang lain. Ku pusatkan konsentrasi pada konsistensi dan kecepatan sodokanku di liangnya yang semakin panas dan becek itu. Entah dengan tulisan apa lagi ku gambarkan jeritan kak Umi dalam menerima seranganku, tetapi yang pasti, hanya sekian menit saja, kak umi kembali menjerit bersmaan dengan semburan yang membasahi paha dan perut bagian bawahku.

Pola 1:1 adalah istilahku untuk satu kali cepat satu kali lambat, atau satu kali keras satu kali lembut
“Uuuuukkkhhhhhh…..Ssshhhhh….Kaaaanggghhhhh…..”

Serrrrr……

Secepat mungkin ku masukkan lagi senjtaku dan kembali memompanya dengan cepat. Lantai kamarku kini seperti tergenang. Lebih tepatnya seperti ketika ada botol air mineral ukuran 1,5 liter tumpah. Mungkin seperti itulah, tubuh kak Umi di bawahku sudah seperti tergenang meskipun tidak seperti itu. Kak Umi terus menjerit dan merancau menerima perlakuanku, hingga kemudian sekitar empat sampai lima menit kemudian kak Umi kembali orgasme.

“Jiyaaahhhhhh…..Ohhhh…..”

Serrrrrr…..

Kali ini tidak ku cabut senjataku. Ku diamkan di dalam liang senggamanya sembari merasakan rembesan yang hangat dan licin dari dalam sana. Bentuk kak Umi sudah acak-acakan. Rambutnya basah oleh keringat dan cairannya sendiri. Kami terdiam dan berpelukan.

“Bagaimana, Kak….?” Tanyaku setelah nafas kembali normal.

“Uhhhh….” Kak Umi hanya menjawab seperti itu lalu mencari bibirku. Kembali kami larut dalam ciuman yang panas dan basah. Lidah saling memilin dan bersilat dengan liarnya hingga kemudian kami melepaskan ciuman kami. Ku cabut batangku dan ku tunggingkan kak Umi. Doggy style adalah posisi andalanku bila aku sudah ingin menyudahi permainan karena dengan posisi inilah pertahananku paling gampang jebol. Teknik pernafasanku agak tidak berlaku di sini. Entah kenapa.

Permainan ini sudah harus diakhiri karena kak Umi belum selesai ngeprint padahal kami harus segera ke rumah tante Has. Ah, sayang sekali kesempatannya sempit. Tetapi biarlah, toh kak Umi telah kudapatkan.

“Sssshhhhhhhh…….”

Kak Umi hanya mendesah lemas ketika dengan perlahan penisku menyelinap masuk dari belakangnya. Tak perlu menunggu lama untuk beradaptasi, langsung ku goyang pinggulku dengan irama agak cepat menggunakan pola 2:3.

Pola 2:3 adalah istilahku sendiri untuk gerakan 2 kali menyodok lalu disambung 3 kali gerakan memutar.
“Akhhh….Akhhh….Kaanggghhh….Kangghhhh……”

“Kaakkkkhhh…..”

“Kaangghh….Uhhhh……”

Ku cepatkan sodokanku dalam racau dan rintih kak Umi. Ku tegakkan tubuhnya dan ku remas dadanya dari belakang. Sontak gerakan kak Umi menjadi liar dan tidak teratur.

“Iiiiihhhhh…Kaangghhhhh….Dappetthhh Lagihhhhh……”

Serrrrrr…….

Tubuh kak Umi ambruk ke depan hingga pertautan kelamin kami terlepas. Kini posisinya seperti orang yang bersujud dan tak perlu menunggu lama, langsug ku jebloskan senjataku ke dalamnya.

“Aawwwhhhhhh……”

Tinggal lenguhan pelan yang pasrah dan tak bertenaga. Ku rebahkan kak Umi tengkurap dibawahku dan mulai ku gerakkan pantatku dengan cepat.

“Ahhh….Ahhh…Ahhhh….Aaawwwwhhhhhh….Ammpunhhhh Kaanggghhhh…..”

“Gakhhhh Pakee Ampunnhhhh…..”

“Kaaaannggghhhhhhh…..”

Plok..Plok….Plok…..

Kini kurasakan orgasmeku semakin mendekat. Posisi ini memang adalah kelemahanku, entah mengapa. Setiap persenggamaanku baik dengan Arni, Ani dan kini dengan Kak Umi, posisi inilah yang kupilih sebagai menu penutup.

“Kakhhh…..Di keluarin di mana?”

“Dihhh luarrrhhh ajahhhh….Oooowwwhhhh…..dappetthh lagiiii…..”

Kak Umi orgasme lagi di saat aku juga sudah hampir meledak. Aku menggeram dan mempercepat gerakanku. Ku remas pantat kak Umi dengan keras.

“Kaaaakkk….Udah mau nyampee….”

“Iyaaahhhhh…Oooohhhhh…..”

“Akhhhhh……”

Orgasme yang sempurna. Ku cabut dengan cepat batangku dan kutembakkan peluruku entah berapa kali semprotan. Begitu derasnya hingga semprotan pertama mengenai rambutnya jauh di depan sana. Selebihnya membasahi bongkahan pantatnya.

“Owwhhhh……”

Ku masukkan lagi senjataku yang telah bersih ke dalam liangnya lalu berbaring dibelakang kak Umi yang berbaring menyamping. Untuk sesaat kami terdiam dalam pikiran kami masing-masing. Ku peluk kak Umi dari belakang. Rasa kedutan dan remasan kelaminnya sangat terasa.

“Kak…..Aku minta maaf, gak tau kenapa kok bisa jadi seperti ini” ujarku memulai pembicaraan setelah beberapa saat kami terdiam. Kak Umi terdiam entah apa dalam pikirannya.

“Iyaahhhh…..AKu juga bingung, kok tiba-tiba nafsuku naik begitu saja, Kang”

Ku eratkan pelukanku. Hanya ku jawab dalam hati, itu karena obat perangsang yang ku teteskan di minumanmu, Kak. Tapi hanya dalam hati.

“Kang….”

“Iya, Kak…..”

“Makasih, ya…..”

“Kok Makasih?”

“Iya. Kamu udah ngasih pengalaman baru”

“Maksud kakak?”

“Aku udah merasa kotor banget selingkuhin papanya Liza” Kata Kak Umi lalu dia terdiam. “Tapi permainan sama kamu benar-benar aneh dan aku gak nyangka bisa ngelakuin itu”

“Aneh gimana, Kak?”

“Barang kamu ini lebih besar dari punyanya. Trus, aku sampai orgasme banyak banget. Aku gak tau ternyata aku bisa kaya gini”

“Heheh…makasih pujiannya, Kak. Emang papanya Liza gimana cara mainnya?”

Kak Umi menghela nafas.

“Ya sama kaya gini, cuman skornya satu sama atau satu kosong. Aku biasa gak nyampe. Hhhfffff….Aku jadi merasa kaya’ bintang porno,Kang”

“Ah….Kakak. Eh, ngeprint nya gimana, Nih? Kita mau ke rumah tante Has, Lho. Mana nih kamar becek banget lagi” kataku.

Kak Umi mencubit lenganku dengan mesra dan manja.

“Kak….”

“Ya?”

“Ku cabut, ya?”

“Iya…..pelan-pelan tapi, ya?”

“Iya”

Plop

“Awwhhh….ngilu, Kang”

“Hehehe…..Mandi, yuk? Mau bareng?”

Kak Umi mengangguk dan tersenyum. Ku angkat tubuhnya ke kamar mandi. Tidak ada yang special ketika acara mandi bersama, karena waktu yang sudah menunjukkan pukul 20.12 waktu itu. Kami harus segera membersihkan sisa-sisa dosa kami, dan menuju ke rumah tante Has. Biarlah keperluan kak Umi buat ngeprint ku kerja nanti malam saja, toh dia sudah memberikan FD yang berisi laporan yang harus di print.

Kami tengah bersiap ke rumah tante Has dengan motorku ketika ponselku pergetar.

Drrrtttt…..

Notifikasi yang ternyata dari orang yang membonceng di belakangku. Ku buka WA nya dan di sana tertulis,

Kang, Ini yang pertama dan terakhir ya?
Ku masukkan ponselku ke dalam saku jaketku dan menoleh ke belakang. Ku tatap dia dengan tersenyum. Ku hanya menggumam dalam hati,

“Sepertinya aku gak yakin, Kak”

Comments

Popular posts from this blog

Pertukaran dua sahabat

Aku irwansyah, salah seorang artis yang cukup terkenal di ibukota, beberapa judul film telah aku bintangi, aku bersahabat baik dengan raffi ahmad yang juga seorang artis popular di negeri ini, aku sudah menikah dengan zaskia sungkar namun rumah tangga kami belum di karunia anak, sedangkan sahabatku raffi ahmad juga telah menikah dengan nagita slavina dan telah memiliki seorang putra.

(Bonus Part 2) Pesta di Akhir Pekan

Bonus Chapter: Eksekusi Dinda (Part 2: Main Course) Dinda Fitriani Anjani kecil yang masih duduk di bangku SMP terbangun menjelang tengah malam. Tadi siang dia bekerja keras menjadi pagar ayu di pernikahan kakak perempuannya, dan juga membantu keluarganya di resepsi ala rumahan yang tanpa EO dan berlangsung sampai sore. Sehingga selepas maghrib Dinda tidur begitu saja setelah membersihkan make-up dan berganti baju. Terlewat makan malam, gadis cilik itu sekarang bangun dengan perut lapar.

(Episode 11) Pesta di Akhir Pekan : Akhir Dari Akhir Pekan

“Hayu atuh kalo mau diterusin…” “Pindah aja yuk, jangan di sini” saran Asep sambil berdiri “Lho, kenapa emangnya?” “Yah, biar tenang aja hehe” Dinda akhirnya ikut berdiri menuruti saran Asep. Sebenarnya tujuan Asep biar yang lain tidak ada yang mengganggu mereka. Percuma dong sudah susah payah membuat Irma tepar dalam gelombang birahi kalau tiba-tiba ada yang lain ikut nimbrung. “Kita nyari kamar aja yuk” Asep memegang tangan Dinda dan mulai berjalan menjauhi yang lain “Di kamar atas aja yuk, kasurnya gede sama pemandangannya bagus” usul Dinda “Wah boleh juga tuh”